1. bgmn pndapat kalian
ttg sistem pemidanaan di Indonesia
Sistem Pemidanaan menurut L.H.C Hulsman adalah aturan
perundang-undangan yang berhubungan dengna sanksi dan Pemidanaan. Pemidanaan
adalah prosses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Sistem pemidanaan
berkaitan dengan :
a. Jumlah/lamanya
ancaman pidana
b. Peringanan
dan pemberatan pidana
c. Sistem
Perumusan dan penerapan pidana
SISTEM PENETAPAN JUMLAH
ANCAMAN PIDANA
a. Sistem
pendekatan absolute : untuk setiap tindak pidana ditetapkan kualitasnya dengan
menetapkan ancaman pidana maximum untuk setiap TP. Biasanya digunakan dlm KUHP
b. Sistem
pendekatan relatif : Untuk setiap TP ditetapkan kualitasya sendiri2 tp bobotnya
direlatifkan dengan melakukan penggolongan TP dalam beberapa tingkatan dan
sekaligus menetapkan maximum pidana untuk tiap kelompok Tp
Dengan dianutnya sistem
absolute maka konsep pemidanaan menghadapi masalah penentuan lamanya maximum
dan minimum pidana, khusunya pidana penjara dan denda. Pola yang digunakan
adalah :
a. Untuk
pidana penjara tetap dibedakan antara pidana penjara seumur hidup dan untuk
wktu tertentu.
b. Pidana
penjara untuk waktu tertentu, minimal (Umum) satu hari kecuali ditentukan lain
max berturut-turut 15 tahun yg dalam hal tertentu dapat mencapai 20 tahun.
c. Pidana
minimal untuk denda adalah Rp.1.500 kecuali ditentukan lain dan maximal ditetap
Istilah pedoman pemidanaan harus dibedakan
dengan pengertian pola pemidanaan menunjukan pada suatu yang dapat digunakan
sebagai model, acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat atau menyusun sistem sanksi (hukum) pidana,
sedangkan pedoman pemidanaan lebih merupakan pedoman bagi hakim untuk
menjatuhkan atau menerapkan pemidanaan. Jadi pedoman pemidanaan merupakan bagi
badan legislatif.
.
Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, tidak mengenal istilah pedoman pemidanaan bagi hakim dalam
menjatuhkan pidana, baik pidana mati maupun pidana lainnya. Dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana yang merupakan warisan kolonial, hanya mengenal
istilah hal-hal yang meringankan dan hal-hal memberatkan, hal ini digunakan oleh hakim sehingga saat
ini dalam memberikan standar penjatuhan
pidana disamping itu juga hakim dalam
menjatuhkan pidana bagi terpidana harus melihat atau memperhatikan asas yang
terdapat dalam pasal 1 ayat (1) K.U.H Pidana yaitu asas legalitas.
Berlainan dengan kitab Undang-undang Hukum Pidana, maka dalam konsep Rancangan
K.U.H. Pidana Baru Tahun 2006, ditentukan atau dicantumkan pedoman pemidanaan.
Hal ini diharapkan agar menjadi suatu pedoman pemidanaan bagi hakim dalam
menjatuhkan atau menetapkan pidana, sehingga akan tercapai tujuan pemidanaan
tersebut . Pedoman pemidanaan sangat diperlukan bagi hakim agar tidak
menimbulkan keraguan-keraguan dalam penerapannya dan dapat mempertebal rasa
percaya diri bagi hakim itu sendiri serta lebih jauh dapat memberikan kepastian
hukum.
Mekanisme sistem
peradilan Pidana:
Sistem
ini mulai bekerja sejak adanya laporan/atau aduan dari masyarakat tentang
terjadinya tindak pidana dari masyarakat.
Setelah
itu polisi melakukan proses selanjutnya (penangkapan dan penyelidikan dan
penyidikan)
selanjutnya
pelaku diteruskan ke lembaga kejaksaan, pengadilan lalu dijatuhi putusan dan
terakhir pada pemasyarakatan.
Sistem Pemidanaan Anak:
ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN (UU 12/1995)
ANAK DIDIK
PEMASYARAKATAN TERDIRI DARI
n Anak Pidana : anak yang berdasarkan putusan pengadilan dan menjalani pidana di Lapas
Anak sampai berumur 18 tahun
n Anak Negara : anak
yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada negara untuk di tempatkan
dan dididik di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 tahun
n Anak Sipil : anak
yang atas permintaan orang tua atau walinya dan memperoleh penetapan pengadilan
untuk dididik di Lapas Anak paling lama berumur 18 tahun
n Anak Tahanan : anak
yang tertangkap melakukan pelanggaran hukum dan masih menunggu proses peradilan
Tujuan umum pembinaan:
agar narapidana dapat menjadi manusia seutuhnya
sebagaimana yang telah menjadi arah Pembangunan Nasional
Tujuan Khusus :
Agar selama masa pembinaan dan sesudah selesai menjalani masa pidana
Ø Berhasil memantapkan kembali harga diri & kepercayaan
diri sehingga optimis dalam menatap masa depannya
Ø Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal ketrampilan
untuk bekal hidup mandiri
Ø Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum
Ø Berhasil memiliki jiwa & semangat pengabdian terhadap
bangsa & negara
Bentuk-bentuk Pembinaan :
( UU No.12 Th 1995 tentang
Pemasyarakatan)
1. Pembinaan Kepribadian yang meliputi :
a. Pembinaan Kesadaran Beragama misal bimbingan rohani
b. Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara misal
Bimbingan Budi Pekerti
c. Pembinaan Kemampuan Intelektual / kecerdasan misal
Pendidikan Formal dan Non Formal/kursus ketrampilan salon, pelatihan komputer,
otomotif dll
d. Pembinaan Kesadaran Hukum misal Penyuluhan Hukum
2. Pembinaan Kemandirian yang meliputi :
·
Ketrampilan
untuk mendukung usaha mandiri misal kerajinan tangan, industri rumah tangga,
kesed dll
·
Ketrampilan
untuk mendukung usaha industri kecil misal pengelolaan pertanian, peternakan
dll
·
Ketrampilan
yang sesuai dengan minat dan bakatnya misal seni musik, gamelan, computer,
salon, sablon, olah raga dll
·
Ketrampilan
untuk mendukung industri dengan teknologi madya misal bengkel las besi, bengkel
kayu dll
2. pendapat
kita tt proses diversi
Diversi adalah Pengalihan
penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari
proses formal dengan atau tanpa syarat
Tujuan Diversi:
•
Untuk menghindari penahanan
•
Untuk menghindari cap/label atau
stigmatisasi
•
Untuk meningkatkan keterampilan hidup
bagi pelaku
•
Agar pelaku bertanggung jawab atas
perbuatannya
•
Untuk mencegah pengulangan tindak pidana
•
Untuk memajukan intervensi-intervensi
yang diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal
•
Program Diversi juga akan menghindarkan
anak dari proses sistem peradilan
•
Lebih lanjut program ini akan menjauhkan
anak-anak dari pengaruh-pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan
tersebut.
Diversi sangat baik jika diterapkan dalam kasus pidana anak
dimana langkah-langkah
untuk menangani anak yang disangka, dituduh atau diakui telah melanggar
hukum pidana) tanpa mengenakan tindakan hukum, asal saja hak-hak asasi dan
perlindungan-perlindungan hukum dihormati. (Pasal
40 (3) b UU KHA) Prinsip diversi itu sendiri Anak tidak boleh dipaksa
untuk mengakui bahwa ia telah melakukan tindakan tertentu.
Bentuk-bentuk Diversi yang restoraktif:
•
Mendorong
pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya
•
Memberikan
kesempatan bagi pelaku untuk mengganti kesalahan yang dilakukannya dengan
berbuat kebaikan bagi si korban
•
Memberikan
kesempatan bagi korban untuk ikut serta dalam proses
•
Memberikan
kesempatan bagi pelaku untuk dapat mempertahankan hubungan dengan keluarga
•
Memenuhi
kebutuhan mereka yang dirugikan oleh tindak pidana
•
Memberikan
kesempatan bagi rekonsiliasi dan penyembuhan masyarakat yang dirugikan
Bentuk-bentuk Diversi
•
Non-Intervensi
•
Peringatan
Informal
•
Peringatan
Formal
•
Mengganti
kesalahan dengan kebaikan/Restitusi
•
Pelayanan
masyarakat
•
Pelibatan
dalam program keterampilan
•
Rencana
individual antara polisi, anak, dan keluarga
•
Rencana yang
diputuskan oleh pertemuan tradisional
•
Rencana yang
didasarkan pada hasil pertemuan kelompok keluarga
Adanya kemungkinan penyerahan
kembali ke pengadilan (perkara harus dapat dilimpahkan kembali ke sistem
peradilan formal apabila tidak ada solusi yang dapat diambil) dan Adanya hak
untuk memperoleh persidangan atau peninjauan kembali. Anak harus tetap dapat
mempertahankan haknya untuk memperoleh persidangan atau peninjauan kembali.Tidak
ada diskriminasi dalam diversi.
Dalam ketentuan hukum
Indonesia, diversi hanya dimungkinkan ditingkat penyidikan artinya merupakan
kewenangan dari polisi, sementara di lembaga lain seperti kejaksaan, kehakiman
atau lembaga permasyarakatan hal ini belum ada peraturan yang mengaturnya,
sehingga disarankan agar lembaga-lembaga tersebut mulai memikirkan kemungkinan
jalan keluarnya tentang penerapan diversi ini.
3. bgmn
peranan bapas, depsos, kehakiman dan kejaksaan dalam proses pemidanaan
A.
BAPAS
DASAR hUkuM
l UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
l UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
l UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
l PP No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan.
l PP No. 32 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan
l PP No. 57 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Kerjasama
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
BAPAS
(dahulu dikenal dengan istilah BISPA) adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan (Ps. 1 ayat 4
UU No.12 tahun 1995). Tugas dan Fungsi Bapas (Kep Men Kehakiman Republik
Indonesia Nomor M.02-PR.07.03 Tahun 1987) :
Fungsi :
(Pasal 2)
adalah memberikan bimbingan kemasyarakatan dan
pengentasan anak sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku.
Tugas :
(Pasal 3)
l Melaksanakan penelitian kemasyarakatan untuk bahan
peradilan;
l Melakukan registrasi klien pemasyarakatan;
l Melakukan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak;
l Mengikuti sidang peradilan di Pengadilan Negeri dan
sidang Dewan Pembina Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
l Memberi bantuan bimbingan kepada bekas narapidana, anak
negara, dan klien pemasyarakatan yang memerlukan; dan Melakukan urusan tata usaha Balai.
Sasaran Bimbingan
Tugas Bapas adalah melakukan bimbingan klien: Dewasa dan
Anak.
Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam
kandungan. (Pasal
1 UU No. 23 Tahun 2002)
Anak Nakal
Anak Nakal adalah :
§ Anak yang melakukan tindak pidana
§ Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang
bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan
hukum yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Anak Didik Pemasyarakatan
(Pasal 1 (8) UU No. 12 Tahun 1995)
Anak Didik Pemasyarakatan
adalah :
l Anak Pidana yaitu anak yang berdasar putusan pengadilan
menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun;
l Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan
pengadilan diserahkan kepada Negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak
paling lama samapi berumur 18 (delapan belas) tahun;
l Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orangtua atau
walinya memperoleh peentapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak paling lama
sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
Proses Pembimbingan oleh BAPAS
l Tahap Awal
Ø Penelitian KemasyarakataN
Ø Menyusun rencana program bimbingan
Ø Pelaksanaan program bimbingan guna mempersiapkan anak
untuk mengikuti program Diversi di luar Lapas
Ø Penilaian pelaksanaan program tahap awal dan penyusunan
rencana bimbingan tahap lanjutan
l Tahap Lanjutan
Ø Pelaksanaan program bimbingan
Ø Penilaian pelaksanaan program tahap lanjutan dan
penyusunan rencana bimbingan tahap akhir
l Tahap Akhir
Ø Pelaksanaan program bimbingan
Ø Meneliti dan menilai keseluruhan hasil pelaksanaan
program bimbingan
Ø Mempersiapkan klien mengakhiri masa bimbingan tambahan
(after care)
Peranan Bapas dalam Proses Peradilan Pidana sebagai Bentuk Perlindungan
Anak
Ø Perlindungan khusus bagi anak; pemberian perlakuan secara
manusiawi melalui penyediaan petugas pendamping, sarana/ prasarana khusus,
pemantauan/ pencatatan perkembangan anak, mempertahankan hubungannya dengan
orang tua/ keluarga, dan menghindarkan labelisasi.
Ø Pendampingan bagi anak yang bermasalah dengan hukum,
terutama berkaitan penangkapan, penahanan, dan pelaksanaan pidana di Lapas
anak.
BAGAN PERAN BAPAS DALAM PERADILAN ANAK
l BAPAS berperan
untuk memberikan bimbingan agar mereka dapat diterima kembali masyarakat dan
hidup secara wajar.
l Peran BAPAS dalam Pembinaan Anak Pidana di LAPAS (masa A
(mapeling)-O
(orientasi), dan 2/3 masa
pidana)
B.
DEPSOS
Ø Undang-undang No. 6 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kesejahteraan Sosial
Ø Undang-undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Ø Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Ø Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Peran Departemen Sosial dalam Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Ø Sesuai dengan UU No. 6 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI sesuai dengan pasal 3 berkewajiban
antara lain:
Ø Memberikan bantuan sosial kepada seseorang yang mengalami
kehilangan peranan sosial atau menjadi korban akibat peristiwa-peristiwa
tertentu
Ø Memberikan bimbingan, pembinaan, dan rehabilitasi sosial,
termasuk upaya penyaluran/resosialiasi terhadap seseorang yang terganggu
kemampuannya untuk mempertahankan hidup, terlantar, atau tersesat
Ø Sementara itu sesuai dengan UU No. 3 tahun 1997
tentang Pengadilan Anak, Departemen Sosial RI berkewajiban yaitu menerima penyerahan anak yang berhadapan dengan hukum hasil putusan pengadilan dan selanjutnya melakukan pembinaan, mendidik,
dan melatih anak agar dapat berfungsi sosial kembali
dengan baik.
PERANAN PEKERJA SOSIAL DALAM PROSES PENGADILAN ANAK (UU 3/97)
l Melakukan pendampingan kepada anak sejak dini
l Melakukan assessment terhadap latar belakang masalah anak
l Memberikan masukan dan pertimbangan kepada pembimbing kemasyarakatan dan hakim.
l Memberikan bimbingan kepada anak selama proses mengikuti
peradilan.
l Memberikan kegiatan alternatif
kepada anak dalam proses pembinaan di luar lembaga
pemasyarakatan
l Melakukan penyiapan lingkungan keluarga dan sosial
setelah anak selesai menyelesaikan pembinaan di lembaga pemasyarakatan.
l Kegiatan yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan
lingkungan keluarga dan sosial anak untuk dapat menerima anak dengan baik
setelah proses pembinaan anak selesai.
PERAN DAN TUGAS PENDAMPING ANAK
l Peran Peneliti
l Peran Fasilitator/Mediator
l Peran Konselor
l Peran Gaya
C. HAKIM
Ø Undang-Undang Dasar 1945
Ø Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Ø Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo UU No. 4 Tahun 2004
Ø Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak
Ø Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dll
Tugas Pokok Hakim Anak
Memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara anak (Pasal 3 UU NO. 3 Tahun 1997)
- Sidang Pengadilan Anak yang selanjutnya disebut
sebagai Sidang Anak, bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara anak sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
- Hakim yang dimaksud dengan Hakim dalam hal ini
adalah Hakim Pengadilan Negeri, Hakim Banding dan Hakim Kasasi.
Wewenang Sidang Anak (Pasal 21 UU No. 3 Tahun 1997) : Sidang Anak berwenang untuk memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara pidana dalam hal perkara anak nakal
Kewenangan Penahanan (Pasal 47 s/d Pasal 50 UU No. 3/1997)
§ Hakim disidang pengadilan berwenang mengeluarkan surat
perintah penahanan anak
§
Penahanan
dilakukan paling lama 15 hari
§
Guna
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, perpanjangan penahanan dapat
dilakukan untuk paling lama 30 hari
Yang Sebaiknya dilakukan oleh
Hakim Anak
- Penanganan perkara anak oleh Pengadilan diusahakan
dalam suasana santai namun serius sehingga anak yang berhadapan dengan
hukum tidak merasa tertekan (termasuk untuk mendahulukan sidang anak
dibandingkan sidang dewasa).
- Anak yang sebelumnya ditahan di Penyidik dan Penuntut
Umum sedapat mungkin ditangguhkan penahanannya atau setidak-tidaknya
segera dilakukan pengalihan penahanan dari Rutan menjadi Tahanan Rumah
atau Tahanan Kota.
- Anak yang sedang menunggu sidang di pengadilan
ditempatkan di ruang tunggu yang suasananya santai dan sedapat mungkin
didampingi oleh orangtua atau walinya.
- Dalam persidangan setting ruang sidang yang
ada bisa disiasati dengan kesediaan Hakim, Jaksa atau petugas Bapas untuk
menghampiri anak. Hal ini mungkin dilakukan mengingat sidang anak bersifat
tertutup. Bila memungkinkan setting ruang sidang diubah dalam
bentuk yang lebih “ramah” misalnya dengan menempatkan kursi yang berbentuk
L.
- Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak
untuk mengungkapkan perasaannya kepada orangtua atau walinya termasuk
kepada orang-orang lainnya yang dekat kepadanya.
PEMERIKSAAN DI SIDANG
PENGADILAN (UU No. 3/1997)
Pasal 56
§ Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing
Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai
anak yang bersangkutan.
§ Laporan tersebut berisi :
§ Data individu anak, keluarga, pendidikan dan kehidupan
sosial anak
§ Kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan
PEMUTUSAN VONIS UU No. 3/1997
§ Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan
kesempatan kepada orangtua, wali atau orangtua asuh untuk mengemukakan segala
hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak.
§ Putusan tersebut wajib mempertimbangkan laporan peneltian
kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan
D. JAKSA
Tugas dan Wewenang Kejaksaan
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
n Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
n Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
n Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI :
n Pasal 33, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan
serta badan negara atau instansi lainnya.
n Pasal 34, kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam
bidang hukum kepada instansi lainnya.
Penuntut Umum Mempunyai Wewenang : (UU No. 8 Tahun 1981
tentang KUHAP)
n Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari
penyidik atau penyidik pembantu;
n Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada
penyidikan dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari
penyidik;
n Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan
atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya
dilimpahkan oleh penyidik;
n Membuat surat dakwaan;
n Melimpahkan perkara ke pengadilan;
n Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang
ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan,
baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan;
n Melakukan penuntutan;
n Menutup perkara demi kepentingan hukum;
n Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung
jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
n Melaksanakan penetapan hakim.
Semoga bermanfaat untuk pembaca :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar