Senin, 09 Desember 2013

Jumat, 19 April 2013

Teori HAM


A.    Teori-teori HAM (Hak Asasi Manusia) diantaranya adalah:
a.       Teori Hukum Alam/Natural Law
b.      Teori Utilitarian
c.       Teori Anti-Utilitarian
d.      Teori Positivisme
e.       Teori Keadilan
f.       Teori Marxisme
g.      Teori Realisme
Teori-teori HAM tersebut sejauh mana berpengaruh terhadap HAM yang ada di Indonesia dan Indonesia cenderung menggunakan teori yang mana :
1)      Teori Hukum Alam/Natural Law
`     Dalam teori ini Hak asasi manusia dipandang sebagai hak Kodrati (hak yang sudah melekat pada manusia sejak lahir) dan jika manusia tersebut meninggal maka hak-hak yang dimilikinya pun akan hilang. Hak asasi Manusia dimiliki secara otonom (Independent) terlepas dari pengaruh Negara sehingga tidak ada alasan Negara untuk membatasi HAM tersebut. Jika hak-hak tersebut diserahkan kepada Negara, Negara boleh membatasi hak-hak yang melekat pada manusia itu. Menurut John Locke, semua individu dikaruniai oleh alam, hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan harta, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dipindahkan atau dicabut oleh Negara. Tetapi Locke juga mempostulatkan bahwa untuk menghindari ketidakpastian hidup dalam alam ini, umat manusia telah mengambil bagian dalam suatu kontrak sosial atau ikatan sukarela, dimana hak tersebut diserahkan kepada penguasa Negara.
Apabila penguasa Negara memutuskan kontrak social itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu, para kawula Negara itu bebas untuk menyingkirkan sang Penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak itu. Menurut Hugo De groot, eksistensi hukum kodrati yang merupakan landasan semua hukum positif atau hukum tertulis dapat dirasionalkan dengan landasan nalar yang benar. [1] Sedangkan menurut JJ.Rosseau dan Immanuel Kant, rakyat yang mempunyai hak-hak otonom tersebut menyerahkan sebagian hak-haknya kepada Negara yang kemudian diatur atau dimuat dalam suatu konstitusi (untuk mengetahui mana yang merupakan perintah atau larangan). Jika Negara gagal maka rakyat bisa mengambil kembali hak-hak yang telah diserahkan kepada Negara melalui dua cara yaitu:
a.       Konstitusional, contohnya : melalui pemilu
b.      In-konstitusional, seperti memaksa wakil rakyat turun sebelum waktunya (masa jabatannya berakhir).

Teori Hukum alam Melahirkan Fundamental Rights atau Basic Rights yaitu :
a.       Hak Hidup
b.      Hak bebas dari penyiksaan
c.       Hak untuk bebas dari perbudakan
d.      Hak untuk bebas beragama
e.       Equlity before the law
f.       Hak untuk tidak dituntut oleh hukum yang berlaku surut atau non retroaktif atau ex post facto
g.      Hak untuk tidak dituntut secara pidana atas kegagalan memenuhi kewajiban kontraktual.
Di Indonesia cenderung menggunakan teori Hukum alam karena setiap warga Negara telah memiliki hak asasi manusia /fundamental rights sejak mereka lahir bahkan sejak dalam kandungan. Ada atau tidak adanya hukum/konstitusi yang mengatur tentang HAM, hak tersebut tidak akan hilang dan tetap dimiliki oleh warga Negara. Adanya konstitusi atau aturan yang mengatur tentang Hak asasi manusia tersebut, adalah untuk menegaskan atau menguatkan bahwa HAM yang melekat itu diakui oleh Negara. Sehingga Negara yang menjamin adanya hak asasi manusia.
Landasan hukum yang mengatur mengenai hak-hak tersebut adalah:
a.      Hak untuk bebas dari perbudakan dan penyiksaan
·         Pasal 3 DUHAM
Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu.
·         Pasal 4 DUHAM
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang.
·         Pasal 5 DUHAM
Tidak seorang pun boleh disiksa  atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina.
·         Pasal 8 CCPR
Tidak seorang pun dapat diperbudak; perbudakan dan perdagangan budak dalam segala bentuknya harus dilarang;
·         Pasal 4 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
“ Hak. untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani,  hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan  persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”
·         Pasal 7 CCPR
Tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Pada khususnya, tidak seorang pun dapat dijadikan obyek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas.
Contoh :
Kasus TKI yang sering menjadi korban penyiksaan dan perbudakan oleh majikan mereka yang berada di Luar Negeri, salah satunya adalah Sumiati yang bekerja di Arab Saudi. Dia mengalami penyiksaan dimana majikan memotong bibirny, kasusnya terkadi pada November 2010. Sumiati juga mengalami luka bakar dan hampir seluruh tubuhnya mengalami luka-luka.[2] Dari kasus tersebut jelaslah bahwa peristiwa yang dialami Sumiati adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh majikannya di Arab Saudi (Istri dan anak) dimana seharusnya seseorang/warga Negara memiliki hak untuk bebas penyiksaan dan perbudakan yang diatur dalam pasal 28i UUD RI 1945, Pasal 3,4,5 DUHAM, pasal 7 CCPR, dan Pasal 4 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
b.      Hak untuk Hidup
·         Pasal 28A UUD RI 1945
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
·         Pasal 3 DUHAM
Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu.
·         Pasal 9 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
(2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
·         Pasal 6 CCPR
Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang.
Contoh :
Indonesia yang masih menerapkan pidana Mati bagi terpidana yang melanggar hukum atas tindak pidana tertentu seperti  kasus terorisme yang dilakukan oleh Amrozi dimana dia ditetapkan telah melanggar HAM dengan bukti-bukti yang ada sehingga dia dijatuhi pidana hukuman mati atas tindak pidana terorisme yang telah dilakukannya. Walaupun dalam pasal 6 CCPR pidana mati diperbolehkan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan di dalamnya, hal ini tetap merupakan pelanggaran terhadap HAM khususnya hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya bagi warga Negara.
Tersangka terorisme dalam kasus Bom Bali I yang bernama Amrozi, Ali Imron dan Mukhlas melanggar UU No. 16 Tahun 2003 karena telah melakukan pelanggaran HAM yaitu meledakkan gedung-gedung di Bali terjadi tanggal 12 Oktober 2002 dimana banyak masyarakat local dan asing yang tiga terpidana mati bom Bali I yang menewaskan 202 orang dan melukai ratusan korban lainnya.
c.       Hak untuk bebas beragama
·         Pasal 28E UUD RI 1945
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
·         Pasal 18 DUHAM
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.



·         Pasal 29
 (1)  Negara berdasar atas Ketuhahan Yang Maha Esa.
(2)  Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamnya dan kepercayaannya itu.

·         Pasal 18 CCPR
1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini  mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri,  dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di  tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam  kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.
2. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
3. Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya  dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan  mendasar orang lain.
Contoh :
Kebebasan beragama dan memilih agamanya yang dilakukan Ahmadiyah yang mengalami banyak penolakan beberapa waktu yang lalu di Indonesia karena dianggap adalah ajaran agama yang sesat. Pelanggarannya diantaranya :[3]
1.      Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908M) mengaku diutus Allah (sesudah Nabi Muhammad saw) dan mengaku diutus Allah untuk seluruh manusia 
2.      Ghulam Ahmad membajak ayat-ayat Al-Qur’an tentang Nabi Isa as namun dimaksudkan untuk diri Mirza.
3.      Ahmadiyah Memiliki Kitab Suci sendiri namanya Tadzkirah, yaitu kumpulan wahyu suci (wahyu muqoddas).
4.       Merusak Aqidah/ keyakinan Islam: Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa Allah itu berasal dari Mirza Ghulam Ahmad dan Mirza Ghulam Ahmad, mengaku berkedudukan sebagai anak Allah.
5.      Menganggap semua orang Islam yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul adalah musuh.
6.      Selain golongannya maka dianggap kafir dan dilaknat.Tadzkirah
7.      Memutar balikkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Ahmadiyah diduga telah menodai Islam dan melanggar Undang-undang. Penodaan terhadap Islam oleh Ahmadiyah dengan ayat-ayat palsu dari nabi palsu tersebut jelas menodai Islam. Bahkan menjadikan pengikut Ahmadiyah itu murtad. Sedang secara undang-undang jelas bertentangan dengan undang-undang, di antaranya:
Undang-undang No.5 Th.1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama menyebutkan;
1.      Pasal 1: Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceriterakan, menganjurkaan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu: penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
2.      Pasal 4: Pada Kitab Undang–Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sbb.: PASAL 56 a: Dipidana dengan Pidana penjara selama–lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pokoknya bersifat permusuhan. Penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia. 

Dari Kasus ahmadiyah tersebut, jelaslah bahwa melanggar undang-undang dan HAM. Walaupun setiap orang memiliki hak untuk bebas memeluk agama dan menentukan agama/kepercayaannya masing-masing, tapi atas nama agama mereka membuat sebuah agama baru yang menyesatkan. Untuk itu SKB 3 menteri secara remi menghentikan dan membekukan seluruh aktivitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Bentuk pelanggaran HAMnya adalah jaminan kebebasan beragama yang dimiliki oleh para pengikut Ahmadiyah yang telah diatur dalam konstitusi dibatasi.
2)      Teori Positivisme
Dalam teori ini, setiap warga Negara baru mempunyai Hak setelah ada aturan yang jelas dan tertulis yang mengatur tentang hak-hak warga Negara tersebut. Jika terdapat pengabaian atas hak-hak warga Negara tersebut dapat diajukan gugatan atau klaim. Individu hanya menikmati hak-hak yang diberikan Negara . Indonesia menganut teori ini dengan landasan hukum pengaturan hak-hak yang diatur oleh negara sebagai berikut:

a.      Hak pendidikan
·         Pasal 28C UUD RI 1945
(2)   Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan  dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
·         Pasal 13 CESCR tentang Pendidikan
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Mereka menyetujui bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar. Mereka selanjutnya setuju bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan lebih memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian.
2. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui bahwa untuk mengupayakan hak tersebut
secara penuh:
a) Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-cuma bagi semua orang;
b) Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan teknik dan kejuruan tingkat lanjutan pada umumnya, harus tersedia dan terbuka bagi semua orang dengan segala cara yang layak, dan khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;
c) Pendidikan tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan, dengan segala cara yang layak, khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;
d) Pendidikan mendasar harus sedapat mungkin didorong atau ditingkatkan bagi orang-orang yang belum mendapatkan atau belum menyelesaikan pendidikan dasar mereka;
e) Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkatan harus secara aktif diupayakan, suatu sistem beasiswa yang memadai harus dibentuk dan kondisi-kondisi materiil staf pengajar harus terus menerus diperbaiki.
3. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan wali yang sah, bila ada, untuk memilih sekolah bagi anak-anak mereka selain yang didirikan oleh lembaga pemerintah, sepanjang memenuhi standar minimal pendidkan sebagaimana ditetapkan atau disetujui oleh negara yang bersangkutan, dan untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka.
Contoh :
Di Indonesia hak pendidikan bisa didapatkan oleh warga Negara jika dia memiliki akta kelahiran. Salah satu syarat agar warga Negara bisa sekolah adalah harus memiliki akta kelahiran. Sehingga hak untuk mendapatkan pendidikan tergantung akan adanya akta kelahiran.. Akta Kelahiran, sebagai identitas formal, sangat penting begitu seorang anak memasuki usia sekolah. Dokumen tersebut mencerminkan sebuah tiket yang harus dipegang setiap anak untuk mendapakan fasilitas pendidikan yang layak. Pendidikan yang menjadi tanggung jawab negara. Kalau pendidikan menjadi alat untuk menggapai impian di masa depan, bisa dikatakan Akta Kelahiran merupakan kunci gerbangnya.
Salah satu contohnya adalah kasus Macicha Muochtar yang menuntut adanya pengakuan atas status perkawinannya dan status anaknya. Anak Macicha Mochtar tidak bisa memiliki akta kelahiran karena orang tuanya (Macicha Mochtar) tidak memiliki surat nikah dengan Almarhum Moerdiono. Sebelumnya Macicha dan Moerdiono menikah secara dengan bukti adanya saksi pada waktu pernikahan siri tersebut terjadi. Dalam hal ini, hak pendidikan anak Macicha tidak bisa timbul tanpa adanya akta kelahiran. Hal ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM, karena hak seorang anak bisa hilang karena tidak memiliki akta kelahiran dan ketentuan dalam Pasal 13 CESCR tidak dapat terlaksana bahwa setiap orang memiliki hak atas Pendidikan. Padahal kewajiban Negara tercantum dalam pasal Pasal 6 The Convention on The Rights of the Child bahwa :
1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai hak yang melekat atas kehidupan.
2. Negara-negara Pihak harus menjamin sampai pada jangkauan semaksimum mungkin ketahanan dan perkembangan anak.
Oleh karena itu, seharusnya pembatasan tentang hak anak terutama hak pendidikan yang bisa didapatkan setelah memiliki akta kelahiran lebih dipertimbangkan lagi. Mengingat pendidikan adalah salah satu sarana untuk mewujudkan masa depan anak yang lebih baik.
b.      Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (hak dalam soal perkawinan)
·         Pasal 16 ayat 1 DUHAM
Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan,  kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.
·         Pasal 28B UUD RI 1945
 (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
   (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Contoh:
Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan YME. Di Indonesia, pernikahan harus dicatatkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) atau Catatan Sipil agar pernikahan tersebut diakui oleh Negara (pasal 22 Undang-undang no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Seseorang yang melakukan nikah siri tidak akan mendapatkan pengakuan dari Negara sebelum pernikahan tersebut disahkan dan didaftarkan di KUA/catatan sipil. Sehingga seseorang yang melakukan nikah siri tidak akan mendapatkan hak-haknya seperti hak untuk mendapatkan nafkah dan dalam hal pewarisan anak-anak yang lahir dari pernikahan siri maupun isteri yang dinikahi secara siri, akan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara isteri siri dengan suaminya tersebut.
Salah satu contohnya adalah kasus Macicha Mochtar yang menikah siri dengan Almarhum Moerdiono dimana Macicha menuntut adanya pengakuan atas pernikahan sirinya dengan bukti saksi hingga dia mengajukan uji materiil terhadap MK (Judicial review) UU no. 1 1974 ttg perkawinan tentang pengakuan status anak diluar pernikahan sah (nikah siri) yang tidak dicatatkan dan MK berdasarkan surat keputusannya Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengabulkan uji materi (Judicial Review) UU No 1 Tahun 1974 memutuskan bahwa anak hasil di luar perkawinan memiliki hubungan perdata (status hukum) dengan laki-laki.[4] Sehingga dalam hal pelanggaran HAMnya adalah hak Macicha tidak bisa didapatkan sebagai istri sah (secara agama) dari alm.Moerdiono karena tidak mencatakan pernikahan mereka. Terjadi pembatasan hak perkawinan oleh konstitusi (hak tersebut ada setelah diatur dalam konstitusi).

c.       Hak untuk berkumpul dan berserikat
·         Pasal 28 UUD RI 1945
 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
·         Pasal 20 DUHAM
(1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat tanpa kekerasan.
(2) Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki suatu perkumpulan.

Contoh :
Kasus G30-SPKI adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi militerIndonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. PKI merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung. Semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah(bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). [5]
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Dari kasus tersebut, pelanggaran HAM terjadi pada anggota PKI yang dibunuh dan diperlakukan sangat kasar. Padahal seharusnya hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul yang dihormati, dijamin dan dilindungi oleh  hukum dan konstitusi, haruslah kebebasan berserikat yang bertujuan dan  berlangsung secara damai.

3)      Teori Utilitarian
Dalam teori ini, kelompok mayaoritas yang diutamakan. Perlindungan Hak asasi manusia pada dasarnya demi mencapai kebahagiaan kelompok mayoritas. Sehingga kelompok minoritas di dalam suatu Negara kurang dihiraukan sebagai akibatnya mereka dapat sangat dirugikan atau kehilangan hak-haknya.
Contoh Kasus:
Dalam sidang di DPR, voting juga dilakukan saat dalam rapat sidang paripurna tidak menemukan kata sepakat. Salah satu contohnya adalah sidang rapat paripurna DPR kenaikan BBM-Hasil rapat paripurna DPR tentan BBM 2012 yang disepakati dengan cara divoting, keputisan ini menyusul dengan suasana bersitegang antara anggota-anggota fraksi partai yang bersidang. Dalam sidang paripurna ini yang membahas RUU Perubahan Pasal 7 Ayat 6A RAPBN-P yang berbunyi :
"Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 5 persen dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung".
.Diadakannya voting untuk memilih 3 opsi, yaitu :[6]
  1. Fraksi PDIP, Fraksi Gerindra, dan Hanura Menyatakan pasal 7 ayat 6 tetap dan tidak ada penambahan ayat baru.
  2. Fraksi Golkar pasal 7 ayat 6 tetap dan ditambah ayat 6 (a) persentase rata-rata 15 persen dengan jangka waktu 6 bulan.
  3. Fraksi Partai Demokrat bersama Fraksi PAN, dan Fraksi PPP, serta Fraksi PKB ada empat fraksi, pasal 7 ayat 6 tetap dan ditambah ayat 6 (a) prosentase 10 persen dengan jangka waktu 3 bulan
Beberapa partai yang menerima kenaikan BBM diantaranya.
1.      Fraksi PPP menginginkan kenaikan harga BBM dilakukan apabila harga minyak internasional 10% di atas asumsi harga minyak dalam APBN-P 2012, 
2.      Fraksi PKB 17,5%, 
3.      Fraksi PAN 15%, 
4.      Fraksi PKS 20%. 
5.      Fraksi Demokrat 5 %.
Di sisi lain ada juga partai yang menolak kenaikan BBM ini, diantaranya.
1.      Fraksi Hanura 
2.      Gerindra
3.      PDIP
Hasil rapat sidang DPR 30 Maret 2012 adalah menunda kenaikan harga BBM bersubsidi selama 3 bulan kedepan hingga bulan Juni 2012. Para anggota sidang mayoritas menyetujui hasil rapat tersebut. Sehingga mayoritaslah yang diutamakan dan minoritas mengalah terhadap keinginan mayoritas dan bisa juga menindas kelompok minoritas. Pelanggaran HAM yang terjadi adalah suara kelompok minoritas tidak deperdulikan (cenderung terjadi penindasan).


[1] Scott Davidson, 1994, “Hak Asasi Manusia”, Grafiti, Jakarta. (Hal. 37)
[2] http://donygol.blogspot.com/2010/11/kasus-tki-sumiati-yang-disiksa-di-arab.html
[3] http://www.eramuslim.com/, tgl akses 20/4/2012 22:00 WIB
[4] http://www.artis-indo.com/ tgl akses 20/4/2012 22:00 WIB



Written by: Ika Wahyuni Sherlyana Semoga bermanfaat untuk pembaca :)