Sabtu, 10 November 2012

Hukum Waris "Testament"


TESTAMEN (PEWARISAN BERDASARKAN WASIAT)
Pasal 847 BW ..”..” , ahli waris menurut UU adalah ahli waris ab intestato baru berlaku kalau pewaris telah/tidak mengambil suatu ketetapan yang menyimpang mengenai harta peninggalannya, ketetapan mana harus dituangkan dalam bentuk surat wasiat (kehendak pewaris didahulukan).
Pasal 875 BW….” 
Unsur-unsur Testament:
a.       Testament harus berbentuk tertulis (akta). Karena testament mempunyakik akibat yang luas dan baru berlaku sesudah pewaris mati, maka testament terikat kepada syarat-syarat yang ketat
b.      Berisi pernyataan kehendak (merupakan suatu tindakan hukum sepihak) yaitu tindakan-tindakan atau pernyataan-pernyataan dimana tindakan atau pernyataan kehendak satu orang saja sudah cukup untuk timbulnya akibat hukum yang dikehendaki. Jadi testament bukan merupakan suatu perjanjian, karena suatu perjanjian mensyaratkan adanya “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya” (paling sedikit ada 2 kehendak saling bertemu). Terstamen menimbulkan suatu perikatan, sepanjang tidak secara khusus ditentukan lain.
c.       “Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia “(pewaris) berarti bahwa testamen baru berlaku-baru mempunyai efek kalau si pembuat testamen telah meninggal dunia.
d.      “dapat dicabut kembali”. Syarat ini yang dipakai untuk menetapkan apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk surat wasiat atau cukum\p dalam bentuk lain.
Dari segi bentuk formil : testament merupakan suatu akta yang memenuhi syarat UU (pasal 930dsl)
Dari isinya material, testamen merupakan suatu pernyataan kehendak yang baru mempunyai akibat /berlaku sesudah si pembuat testamen meninggal dunia. Penyataan mana pada waktu si pembuat masih hidup dapat ditarik kembali secara sepihak.
Surat wasiat ada 2:
a.       Surat wasiat umum
b.      Surat wasiat rahasia
c.       Surat wasiat yg dibuat dalam kadaan darurat
PENAFSIRAN TESTAMENT
            Seringkali tidak mudah bagi kita untuk menetapkan apakah suatu tindakan hukum tertentu merupakan kehenda terakhir, sering tidak tau dengan jelas apa yang sebenarnya dikehendaki oleh stestateur. Kehendaknya telah dituangkan dalam testament tetapi orang yang akan melaksanakan testament dan para ahli waris bisa tidak sepaham mengenai apa yang dikehendaki pewaris dalam wasiatnya. Kesulitannya pewaris yang sudah mati tidak dapat di tanya lagi maksudnya. Menafsirkan berarti mencoba untuk mengerti fikiran yang telah dituangkan dalam wujud kata-kata di dalam testament. Jadi menafsirkan berarti mencari maksud orang yang menyampaikan , yang tersembunyi dibelakang kata-kata testament. Membuat testament merupakan suatu tindakan hukum dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat hukum, suatu akibat seperti yang dijanjikan oleh hukum objektif.

ISI TESTAMENT
a.       Berisi pengangkatan waris untuk seluruh atau sebagian daripada harta pewaris seperti ½.1/3. ¼. Dll.jika harta peninggalan berupa barang tertentu maka kita berhadapan dengan legaat (hibah wasiat). dalam pasal 876 BW “segala ketetapan dengna wasiat mengenai harta peninggalan adalah untuk diambil secara umum atau alas hak umum, atau pula dengan alas hak khusus. “Dengan alas hak umum” berarti meliputi hak-hak (aktiva) maupun kewajiban-kewajibannya (pasiva) pewaris dan besarnya meliputi bagian yang sebanding dengan warisan
 Ada perbedaan penting antara ahli waris ab intestate dengan ahli waris yang diangkat dengan suatu testament yaitu:
1) Pewarisan testamentair tidak mengenal penggantian tempat. Akibatnya kalau seorang yang sedianya mendapat warisan berdasarkan wasiat, meninggal lebih dahulu dari pewaris, maka wasiat tersebut sepanjang mengenai bagian dari orang yang meninggal lebih dahulu dari pewaris tidak dapat dilaksanakan (gugur).
2)  Ahli waris testamentair tidak menikmati inbreng
b.  Wasiat dapat juga berisi pemberian suatu benda tertentu (hibah wasiat/legaat). Pasal 957 BW merumuskan legaat sebagai suatu penetapan wasiat yang khusus dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa barang tertentu dari harta peninggalannya, atau memberikan barang-barangnya dari jenis tertentu.misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tidak bergerak. Penetapan secara khusus maksutnya disebutkan secara tegas dan jelas
c.     Testament pada umumnya berisi suatu ketetapan mengenai harta (harta peninggalan)
d.  Testament dapat menyangkut hal-hal yang tidak atau tidak secara langsung berhubungan dengan harta penginggalan. Seperti testamen yang berisi:
·         Pengankatan waris
·         Suatu perintah
·         Pencabutan testament
·         Menawarkan sesuatu barang
·         Memberikan suatu hak kebendaan tertentu atau membebaskan suatu barang
·         Menyingkirkan seorang/beberapa orang ahli waris
·         Mengangkat seorang walin, mengangkat seorang testamentair executoir (pelaksana wasiat)) atau mengakui seorang anak.

PEMBATASAN TERHADAP ISI TESTAMEN
a.       Larangan yang bersifat umum
1)      Fidei commis yaitu suatu ketetapan wasiat, dimana orang yang diangkat sebagai ahli waris atau yang menerima haibah wasiat diwajibkan untuk menyimpan barang-barang warisan atau hibahnya, untuk kemudian menyerahkannya baik seluruh maupun sebagian kepada orang lain ( berkewajiban untuk menyimpan yang mereka terima, dan sesudah suatu jangka waktu tertentu atau pada waktu matinya si penerima, menyampaikannya/menyerahkannya kepada orang ketiga. Ada 3 pihak dalam fidei commis:
·         Pewaris /insteller
·  Orang yang pertama-tama ditunjuk sebagai ahli waris/legetaris, sengan tugas/kewajiban menyimpan barang tersebut dan menyampaikannya kepada pihak ketiga (bezwaarde/pemikul beban)
·   Orang yang akan menerima harta dari pewaris melalui bezwaarde disebut verwachter (penunggu)

Pelarangan fedei commis pada testateur dilarang untuk membuat suatu ketetapan yang mempunyai akibat hukum beruntun, seri atas satu/beberapa barang yang sama terhadap beberapa orang secara urutan dengna akibat bahwa barang tersebut untuk suatu jangka waktu lama tidak dapat dipindahtangankan. Akibatnya menjadi batal demi hukum.
2)      Tujuan larangan tersebut
Untuk menyelundupi ketentuan yang terdapat dalanm hukum romawi dimana orang-orang tertentu adalah bukan ahli waris dan karenanya tidak mewaris dari orang-orang tertentu atau ia adalah ahli waris
3)      Fidei commis yang oleh UU memang diperbolehkan asal:
·         Yang menjadi bezwaarde adalah seorang anak atau lebih
·         Verwachter adalah sekalian anak/keturunan
·         Yang diberikan adalah bagian bebas daripada warisan.
4)      Larangan untuk memindah tangankan

b.      Larangan yang bersifat khusus
1)      Ditujukan kepada orang-orang atau kelompok orang tertentu
a)      Suami istri yang menikah tanpa izin
b)      Isteri pada perkawinan kedua
c)  Suatu ketetapan hibah wasiat yang jumlahnya melebihi hak testateur dalam harta persatuan
d)     Para wali
e)      Para guru dan iman
f)       Para notaries dan saksi-saksi
g)      Anak luar kawin
2)      Ditujukan kepada bagian warisan tertentu
a)      Legitieme portie
b)      Yang berhak atas legitieme portie
c)      Besarnya legitieme portie
d)     LP orang tua keatas
e)      LP anak luar kawin
f)       Akibat penolakan/onwaardigheid terhadap perhitungan LP
g)      System perhitungan LP


Semoga bermanfaat untuk pembaca :)

Analisa Kasus Peradilan Militer


Contoh kasus: Pagelaran Peradilan Koneksitas Kasus Pembantaian Ulama Karismatik, Tengku Bantaqiah bersama 56 orang murid Pesantrennya di Desa Betong Ateuh, Kabupaten Aceh Barat, pada tanggal 23 Juli 1999 di Pengadilan Negeri Banda Aceh
Sidang koneksitas itu sendiri di pimpin oleh oleh Ketua Majelis Hakim dan 2 orang hakim anggota Sebagai pembela yang mendampingi seluruh prajurit Kostrad, 25 tersangka kasus pembantaian Ulama Aceh Tengku Bantaqiah bersama 56 murid pesantrennya di Beutong Ateuh, Kabupaten Aceh Barat itu, 
10 tersangka diantaranya adalah anggota Yon Linud 328 Kostrad Cilodog Bogor-Jawa Barat. 
1 Tersangka anggota Yon Linud 305 Kerawang Jawa Barat, 
1 tersangka dari Kipan B Yon 113 Cunda Lhokseumawe-Aceh Utara, 
2 tersangka dari Yon 413 Sukoharjo Jawa Tengah, 
2 anggota Korem 011 Lilawangsa Lhokseumawe, 
7 tersangka anggota Kiwal Kodam I Bukit Barisan Medan, 
1 tersangka warga sipil bernama Taleb Aman Suar, penduduk Kampung Paya Kolak, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah. 
1 tersangka Letkol Sujono, Kasi Intel Korem 011 Lilawangsa Lhokseumawe,
Dalam penjelasannya JPU mengatakan 56 korban pembataian tidak semuanya tewas di Pesantren Tengku Bantaiqiah, tetapi yang luka-luka saat itu diangkut dengan dua truk ke Lhokseumawe, dengan alasan akan dirawat di kota Lhokseumawe Aceh Utara, namun di pertengahan jalan di Kabupaten Aceh Tengah, ke 23 korban luka-luka itu dibunuh oleh para tersangka di dua titik lokasi dan seluruh mayat-mayatnya dibuang ke dalam jurang di Kabupaten Aceh Tengah.
 
ANALISA
Contoh kasus tersebut merupakan salah satu kejahatan koneksitas yaitu kejahatan yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk dalam lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, yang diadili dan diperiksa oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum  kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Kemanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. (Pasal 89 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP) dan (Pasal 198 UU NO. 31 Tahun 1997 Tantang Peradilan Militer). untuk menentukan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana, diadakan penelitian bersama oleh Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi atas dasar hasil penyidikan tim. Pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang di tandatangani oleh Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi atas dasar penyidikan tim.Jika titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut  terletak pada kepentingan umum, maka perkara pidana itu harus diadili di lingkungan peradilan umum.
Dapat kita lihat pada kasus pembantaian Ulama Aceh Tengku Bantaqiah bersama 56 murid pesantrennya di Beutong Ateuh, Kabupaten Aceh Barat salah satunya adalah warga sipil penduduk Kampung Paya Kolak, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah yang ikut melakukan kejahatan tsb dan pada kasus ini kerugian yang ditimbulkan terletak pada kepentingan umum. Oleh karena itu, kasus ini diadili di Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Hal ini sesuai dengan  Pasal 22 UU No. 14 Tahun 1970 yang telah diamandemen dengan UU No. 35 Tahun 1999 bahwa Prajurit TNI dapat diadili di peradilan umum apabila melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang sipil, dan kerugian lebih banyak pada kepentingan sipil. 
Namun seharusnya pada kasus ini, karena termasuk dalam pelanggaran HAM berat untuk itu lebih baik diselesaikan dalam Pengadilan HAM bukan Pengadilan Koneksitas karena merupakan kejahatan kemanusiaan.


Semoga bermanfaat untuk pembaca :)

RESENSI buku "Penegakan hukum lingkungan Indonesia"


Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia
Penulis                         : Sukanda Husin, S.H., LL.M
Penerbit                       :Sinar Grafika
Tebal                           : 169 Halaman

            Penulis buku ini adalah  Sukanda Husin, S.H., LL.M. Beliau adalah seorang yang sangat ahli di bidangnya dimana beliau sampai saat ini aktif menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Beliau juga aktif di beberapa kegiatan yang pernah beliau lakukan seperti menjadi Sekretaris bagian Hukum Internasional dr tahun 1992-1998, sebagai Ketua Bagian Hukum Internasional, sebagai Wakil Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup dan Sekretaris PS Ilmu Hukum Pasca Sarjana UNAND, menjadi Regional Director Handra dan Darwin Law Firm dan Legal Advisor pada PT Semen Padang, dan masih banyak prestasi lainnya yang sangat membanggakan. Beberapa penelitian telah beliau lakukan yang dibiayai oleh dana SPP-DPP dan dana lainnya, baik nasional maupun internasional seperti CIDA, ADB, APCEL, dll. Selain itu, beliau memperoleh beasiswa dari Canadian International Development Agency untuk mengikuti Environmental Law Studies De[oma Program selama satu tahun dan pada tahun 1988 berkesempatan melanjutkan studi ke Post Graduate Study di faculty of Law, Dalhousie University di Halifax, Canada. Beliau meraih Gelar master of Law (LL.M) pada tahun 1990 dalam bidang hukum lingkungan internasional.
            Sejarah ringkas hukum lingkungan di Indonesia dimulai dengan pembahasan tentang peraturan perundang-undangan lingkungan setelah lahirnya UU no.4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup. Karena ketidak efektifan UU no.4 tahun 1982 dilanjutkan dengan pembahasan kekuatan UU no.23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup. Diberlakukannya UU no.22 tahun 1999 yang diganti dg UU no.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah (diidentik dengan pelaksanaan otonomi daerah) yang yang menyorot kelemahan-kelemahan dalam UU no.23 tahun 1997.Buku ini menguraikan sejarah ringkas hukum lingkungan di Indonesia, pengaruh hukum lingkungan internasional terhadap hukum lingkungan nasional, pengaturan pencegahan dan pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, penegakkan hukum lingkungan secara perdata, penegakkan hukum lingkungan secara pidana, dan penegakan hukum lingkungan secara administrasi sesuai dengan kedudukannya sebagai gunctioneel rechtsgebeid serta pendekatan penataan dalam hukum lingkungan. Masing-masing upaya penegakan hukum diiringi dengan bahasan kasus-kasus.
Hukum lingkungan di Indonesia merupakan warisan produk hukum pemerintah kolonial Hindia Belanda dan dibuat juga oleh pemerintah Indonesia yang pada awalnya masih berwawasan use oriented (pemakaian). Dimulai dengan lahirnya undang-undang nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH). Dilanjutkan dengan lahirnya Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) karena dalam UUKPPLH masih membutuhkan perombakan dan perbaikan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan, penataan dan penegakan hukum lingkungan yang ada di Indonesia untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup serta mencegah kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Setelah lahirnya Deklarasi Stockholm 1972, perkembangan hukum lingkungan Indonesia berubah sifatnya menjadi hukum yang berorientasikan tidak saja pada pemakaian tetapi juga perlindungan (environment-oriented law). Hal ini merupakan wujud dari kepatuhan Indonesia terhadap norma hukum internasional untuk melaksanakan pembangunan demi memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup generasi hari ini dan tidak mengurangi hak generasi mendatang untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat. (hal. 4 & 20)
Dalam hukum internasional sifat mengikatnya hanya didasarkan pada moral-moral masing-masing Negara, jadi seandainya tidak mematuhi hukum internasional dan putusan Mahkamah Internasional tidak ada badan yang dapat memaksa Negara untuk tunduk pada hukum tersebut. Oleh karena itu, masyarakat internasional lebih cenderung membentuk perjanjian internasional antar Negara karena dengan adanya kesepakatan bersama, diharapkan masing-masing Negara memiliki rasa tanggung jawab moril yang lebih tinggi untuk mematuhi isi perjanjian yang telah disepakati dan hukum internasional akan lebih punya makna bila dibentuk berdasarkan perjanjian internasional (hukum konvensi internasional). Untuk menerapkan kaedah hukum internasional melalui jalur diplomatik, ideologis, ekonomis, dan militer yang pada hakekatnya didasarkan pada konsep state responsibility. Implikasi hukum internasional bagi Indonesia sendiri yaitu dengan meratifikasi konvensi-konvensi internasional yang mengatur tentang perlindungan lingkungan hidup. Misalnya konvensi Wina 1985 dan Protoko Montreal 1987 diratifikasi oleh Indonesia dengan Keputusan Presiden no.23 tahun 1992 dan keputusan presiden no. 92 tahun 1998. Keduanya sangat penting untuk memerangi pencemaran udara yang menyebabkan penipisan lapisan ozon di Indonesia.(hal.23,36,38)
Pengaturan pencegahan dan pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup terdiri dari pengaturan mengenai pencemaran udara, pencemaran air, pemcemaran dan perusakan tanah, pencemaran laut, perlindungan keanekaragaman hayati, dan perlindungan hutan dan lahan. Dalam rangka untuk menegakkan peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup, UUPLH menyediakan 3 penegakan hukum, yaitu penegakan hukum administrasi, perdata, dan pidana. Penegakan hukum yang utama adalah penegakan hukum administratif yang lebih ditujukan kepada upaya mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan serta bertujuan untuk menghukum pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan. Sanksi administratif ini diambil pejabat tata usaha negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan hidup atas pelanggaran persyaratan lingkungan. Dalam UUPLH memungkinkan gubernur/walikota melakukan paksaan pemerintah untuk mengawasi dan memaksakan penataan oleh pemilik usaha/kegiatan atas persyaratan lingkungan baik yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan izin. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dan mengakhiri terjadi pelanggaran. Selain itu, sanksi administratif juga bisa berupa pencabutan izin khususnya untuk pelanggaran tertentu. Penegakan hukum administratif ini mempunyai dua fungsi yaitu fungsi preventif dan represif. (hal. 92-101)
Penegakan hukum yang kedua adalah penegakan hukum lingkungan perdata. Upaya hukum ini dapat meringankan tugas negara, artinya negara tidak perlu mengeluarkan biaya penegakan hukum karena penegakan hukum dilakukan oleh rakyat dan otomatis biayanya juga ditanggung oleh rakyat. Cara penyelesaian sengketa ada 2, yaitu:
a.       Penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Tujuannya adalah untuk mencari kesepakatan tentang bentuk dan besarnya ganti rugi atau menentukan tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh pencemar untuk menjamin bahwa perbuatan itu tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Bisa juga dengan menggunakan jasa pihak ketiga, baik yang memiliki kewenangan ataupun yang tidak memiliki kewenangan utnuk membuat keputusan.
b.      Penyelesaian sengketa melalui pengadilan merupakan suatu proses beracara biasa dimana pihak korban pencemaran lingkungan dapat secara sendiri-sendiri atau diwakili oleh orang lain menggugat pencemar untuk meminta ganti rugi atau meminta pencemar untuk melakukan tindakan tertentu. Dalam UUPLH, korban pencemaran lingkungan dapat meminta civil remedy berupa ganti rugi. Sistem tanggung jawab perdata yang diatur dalam UUPLH adalah tanggung jawab berdasarkan kesalahan (diatur dalam pasal 34 UUPLH, pasal 1365 KUH Perdata) dimana ganti rugi hanya dapat dikabulkan secara hukum jika terbukti ada kesalahan dan tanggung jawab seketika dimana tidak mengharuskan adanya pembuktian kesalahan untuk memintakan ganti rugi (hanya dapat diterapkan pada kasus-kasus lingkungan tertentu). (hal. 104)
Penegakan hukum yang ketiga adalah penegakan hukum lingkungan pidana (ultimum remedium) atau upaya hukum terakhir karena penegakan hukum ditujukan untuk menjatuhkan pidana penjara atau denda kepada pelaku pencemaran dan/atau perusak lingkungan hidup. Jadi penegakan hukum pidana tidak berfungsi untuk memperbaiki lingkungan yang tercemar, tetap dapat menimbulkan faktor jera yang sangat efektif kepada para pelakunya. Penjatuhan sanksi pidana bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat dan lingkungan hidup dari perbuatan yang dilarang dan perbuatan yang diharuskan atau kewajiban yang dilakukan oleh para pelaku pembangunan. Secara khusus penghukuman ini tujuannya untuk mencegah terjadinya kejahatan atau perbuatan yang tidak dikehendakai atau perbuatan yang salah dan mengenakan penderitaan atau pembalasan yang layak kepada si pelanggar. Dalam UUPLH mengatur diantaranya tanggung jawab perusahaan, delik formil, dan hukuman tata tertib. Ada dua macam tindak pidana dalam UUPLH yaitu delik materiil (perbuatan melawwan hukum yang menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup) dan delik formil (perbuatan yang melanggar aturan-aturan hukum administrasi). Beberapa contoh penegakan hukum lingkungan sebagai penjatuhan sanksi baik administrasi, perdata maupun pidana diantaranya  kasus kebakaran lahan Riau, kasus pencemaran Teluk Buyat di Manado. (Hal. 121)
Penaatan dalam hukum lingkungan diartikan sebagai penerapan sepenuhnya persyaratan lingkungan. Penaatan dapat dikatakan tercapai apabila semua persyaratan lingkungan terpenuhi atau terlaksana oleh subjek hukum lingkungan yang nantinya dapat mempengaruhi keberhasilan program pengelolaan lingkungan. Misalnya, proses industri atau bahan dasar yang digunakan diubah sedemikian rupa oleh industri sehingga memenuhi persyaratan lingkungan. Sehingga limbah beracun yang dihasilkan akan diolah atau dibuang hanya ditempat yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk mencapai penaatan hukum lingkungan yaitu pendekatan atur dan awasi, atur diri sendiri, ekonomi, perilaku, dan tekanan publik. Oleh karena itu, pemerintah harus memikirkan pendekatan-pendekatan penaatan yang akurat dan sesuai dengan kebutuhan keadaan agar dapat mencapai penaatan yang efektif dan efisien. (Hal 139)
Setelah membaca buku ini, penulis merekomendasikan untuk membaca buku ini karena buku ini dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah maupun praktisi dan mahasiswa untuk menegakkan hukum lingkungan di Indonesia.
Kelebihan:
Penulis menggunakan kalimat yang berpanjang lebar dalam menerangkan permasalahan tetapi gampang dimengerti, banyak terdapat contoh kasus yang memperkuat buku. Alur yang digunakan jg runtut sehingga cara berpikir kita jg runtut. Penulis lebih banyak membandingkan hukum nasional dengan hukum internasional sehingga bisa mengoreksi kelemahan dr hukum di Negara kita yaitu Indonesia. Kemudian literatur yang digunakan juga banyak yang menyebabkan substansinya mendalam, sehingga bisa menambah wawasan dan pengetahuan dari pembaca. Buku ini dapat kita gunakan sebagai acuan untuk lebih menjaga dan melindungi lingkungan sekitar kita, apabila terjadi pelanggaran kita tau apa yang harus dilakukan serta memberikan pemikiran kritis dan jalan keluar atas krisis penegakan hukum lingkungan di Indonesia melalui jalur pengadilan atau luar pengadilan. Berbagai contoh kasus dipaparkan dalam buku ini berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan dibahas dan dikaji secara lugas dan mendalam
Kelemahan :
Dalam penulisannya sering menggunakan bahasa asing, sehingga bagi kalangan awam dapat mengalami kesulitan untuk memahaminya. Belum disesuaikan dengan UU no.32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup, karena masih menggunakan UU no.23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
Kritik Isi:
Beberapa pembahasan terlalu melebar sehingga menyebabkan pembahasannya terlalu luas. Cover buku kurang menarik yang bisa menyebabkan minat pembaca kurang. Karena biasanya pembaca yang dilihat pertama kali adalah covernya dengan harapan bahwa jika covernya menarik maka isinya pun akan menarik.
Masukan atas kritik :
Perlu lebih specifik lagi untuk topic pembahasannya. Untuk cover agar lebih menarik lebih baik di desain dengan memadukan warna dan tulisan yang lebih comfort. Sehingga pembaca tertarik untuk membeli dan membacanya.
Anjuran kepada khalayak :
Buku ini layak dibaca oleh kalangan mahasiswa, dosen, akademisi, praktisi, aktivis LSM, dan aparat penegak hukum. Kehadiran buku ini diharapkan dapat memberikan pencerahan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih serta terjaga dan terlindungi kelestariannya dalam negara hukum Indonesia.


Semoga bermanfaat untuk pembaca :)

Surat Kuasa



1.      Jenis-Jenis Surat Kuasa
a.    Kuasa Umum (Pasal 1795 KUHpdt)
Bertujuan untuk member kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu:
1.   Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa
2.   Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya.
3.   Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.
Ditinjau dari segi hukum, surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa karena sesuai dengan ketentuan pasal 123 HIR, untuk dapat mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan, penerima kuasa harus mendapat surat kuasa khusus.
b.   Kuasa Khusus
Pasal 1795 KUH pdt menjelaskan bahwa pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusu yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Sehingga bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingna pemberi kuasa sebagai pihak principal (syarat-syaratnya terdapat dalam pasal 123 HIR).
c.    Kuasa Istimewa
Diatur dalam Pasal 1796 KUHpdt yang selanjutnya ketentuan pemberian kuasa istimewa dikaitkan dengan ketentuan pasal 157 HIR atau pasal 184 RBG.
1)   Bersifat Limitatif : pemberian kuasa istimewa terbatas untuk tindakan tertentu yang sangat penting. Perbuatan hukumnya hanya dapat dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri, sehingga dibuatlah surat kuasa istimewa untuk melakukan tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang bersangkutan secara pribadi, dapat diwakilkan kepada penerima kuasa. Tindakan-tindakannya hanya terbatas:
a.       Untuk memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau untuk meletakkan hipotek (hak tanggungan) diatas benda tersebut.
b.      Untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga.
c.       Untuk mengucapkan sumpah penentu atau sumpah tambahan sesuai dengan ketentuan pasal 157 HIR atau pasal 184 Rbg.
2)   Harus berbentuk akta otentik
Menurut pasal 123 HIR, surat kuasa hanya dapat diberikan dalam bentuk surat yang sah. R.soesilo menafsirkan dalam bentuk akta otentik (akta notaris).Oleh karena itu, pemberian kuasa istimewa harus dibuat dalam bentuk akta notaries agar sah menurut hukum.
d.   Kuasa Perantara
Kuasa ini dikonstruksikan berdasarkan pasal 1792 KUH pdt dan pasal 62 KUHD yang dikenal dengan agen perdagangan atau makelar. Dalam hal ini, pemberi kuasa sebagai principal member perintah kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengna pihak ketiga. Apa yang dilakukan agen, langsung mengikat kepada principal sepanjang hal itu tidak bertentangan atau melampaui batas kewenangan yang diberikan.

2.      Hak dan Kewajiban Para Pihak
Hubungan hukum yang terjadi antara pemberi kuasa dan penerima akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban penerima kuasa :
a. Melaksanakan kuasanya dan bertanggung jawab atas segala biaya, kerugian, dan bunga yang timbul dari tidak dilaksanakannya kuasa itu.
b. Menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu pemberi kuasa meninggal dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera diselesaikan.
c. Bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya.
d. Memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan, serta memberi perhitungan segala sesuatu yang diterimanya.
e. Bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya:
(1) bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya;
(2) bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya ternyata orang yang tidak cakap atau tidak mampu (Pasal 1800 s.d. Pasal 1803 KUH Perdata).

Hak penerima kuasa adalah :
a.       menerima jasa dari pemberi kuasa.
b.      Hak Substitusi yaitu hak untuk melimpahkan kuasanya kepada orang lain (Kuasa Pengganti). Dapat dilakukan dengan melimpahkan secara keseluruhan atau sebagian saja. Dengan menunjuk orang secara langsung atau tidak langsung dan pemberi kuasa bertanggung jawab atas penunjukan penggantinya.
c.       Mendapatkan penggantian biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya (pasal 1808 KUHpdt)
d.      Mendapatkan ganti rugi terhadap kerugian-kerugian yang diderita waktu menjalankan kuasanya (Pasal 1809 KUHpdt)
e.       Hak retensi yaitu hak untuk menahan barang milik pemberi kuasa yang berada di tangannya hingga dibayar lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa (Pasal 1812 KUHpdt).
Hak pemberi kuasa adalah :
a.       menerima hasil atau jasa dari penerima kuasa.
b.      Menarik kembali kuasanya.
Kewajiban pemberi kuasa adalah :
a. memenuhi perjanjian yang telah dibuat antara penerima kuasa dengan pemberi kuasa;
b. mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan penerima kuasa;
c. membayar upah kepada penerima kuasa;
d. memberikan ganti rugi kepada penerima kuasa atas kerugian yang dideritanya sewaktu menjalankan kuasanya;
e. membayar bunga atas persekot yang telah dikeluarkan penerima kuasa terhitung mulai dikeluarkannya persekot tersebut (Pasal 1807 s.d. Pasal 1810 KUH Perdata).
Selain itu, untuk menjamin hak dari penerima kuasa ada beberapa hal yang perlu dicantumkan dalam surat kuasa yaitu :
a.       Jika 1 orang penerima kuasa, maka bisa dicantumkan hak substitusi dan hak retensi.
1)   Hak substitusi yaitu hak untuk melimpahkan kuasa kepada orang lain. Contohnya : A memberikan kuasa kepada B, B menunjuk C untuk menjadi penggantinya sebagai penerima kuasa dalam melakukan hal-hal yang telah diperjanjikan dalam surat kuasa. C menjadi tanggung jawab B, karena B yang menunjuk C untuk melaksanakan kuasanya.
2)   Hak Retensi : hak untuk menarik atau menahan barang-barang milik pemberi kuasa jika pemberi kuasa belum membayar atau melunasi persekot atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan penerima kuasa. Hal ini dalam rangka menguatakan hak penerima kuasa sehingga dicantumkan dalam surat kuasa.
b.      Jika lebih dari 1 orang penerima kuasa
1)   Hak honorarium bagi penerima kuasa : hal ini sangat diperlukan agar dalam perjanjian kuasa tersebut tidak hanya perjanjian cuma-cuma (pasal 1794 BW).
2)   Penyelesaian bila terjadi konflik antara pemberi kuasa dan kuasa. Contohnya : jika diperjanjikan dalam surat kuasa untuk musyawarah mufakat, sehingga tidak bisa diselesaikan secara litigasi.
3)   Hak substitusi hak untuk melimpahkan kuasa kepada orang lain. Contohnya : A memberikan kuasa kepada B, B menunjuk C untuk menjadi penggantinya sebagai penerima kuasa dalam melakukan hal-hal yang telah diperjanjikan dalam surat kuasa. C menjadi tanggung jawab B, karena B yang menunjuk C untuk melaksanakan kuasanya.
4)   Hak retensi hak untuk menarik atau menahan barang-barang milik pemberi kuasa jika pemberi kuasa belum membayar atau melunasi persekot atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan penerima kuasa. Hal ini dalam rangka menguatakan hak penerima kuasa sehingga dicantumkan dalam surat kuasa.
5)   Dibuat surat kuasa mutlak (pasal 1813, 1814 BW), sehingga tidak bisa dibatalkan sepihak. Jika ingin dihentikan atau dibatalkan harus dengan kesepakatan kedua belah pihak.

4.      Berakhirnya Kuasa
Ada lima cara berakhirnya pemberian kuasa (Pasal 1813-1819 KUH Perdata), yaitu
a.    penarikan kembali kuasa oleh pemberi kuasa secara sepihak (tanpa persetujuan penerima kuasa) (Pasal 1814 KUHpdt)
b.   meninggalnya salah satu pihak baik pemberi maupun penerima kuasa, dan meninggalnya si pemberi kuasa ini harus diberitahukan oleh ahli waris kepada penerima kuasa (Pasal 1813 KUHpdt)
c.    Penerima kuasa melepas kuasa. Menurut pasal 1817 KUHpdt penerima kuasa yang melepaskan kuasa yang diterimanya secara sepihak ada 2 syarat yaitu :
·         Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa
·         Pelepasan tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak
d.   pemberi kuasa atau penerima berada di bawah pengampuan
e.    pailitnya pemberi kuasa atau penerima kuasa
f.    pengangkatan seorang penerima kuasa baru
g.   kawinnya perempuan yang memberi dan menerima kuasa