1. Perbedaaan
isi/muatan dari mata kuliah IKK, IKF, dan HKF adalah
a. Hukum kedokteran forensic adalah hukum yang mempelajari
hubungan yuridis dimana seorang dokter merupakan bagian dari hukum antara
dokter dan pasien dan berhubungan dengan hukum pidana. Hukum
Kedokteran Forensik/ Hukum Kedokteran Kehakiman ( Forensik Nadicine ) Ialah
mempelajari Hukum Kedokteran Kehakiman dalam proses peradilan dimana atas dasar
keahlian dibidang ilmu tertentu diberi kepercaayaan untuk ikut serta dalam proses penegakan hukum baik itu dengan visum
maupun menjadi saksi ahli secara substantif Hukum Kedokteran Forensik fokus
pada persoalan-persoalan tindak
pidana yang berakibat pada terjadinya luka atau cacat pada seseorang ataupun
mengakibatkan nyawa melayang sehingga ilmu forensik mampu menganalisis dan
mengetahui penyebabnya dengan visum .
b. IKK
adalah ilmu kedokteran kehakiman yang tidak terlalu meluas sehingga tidak
berfokus pada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang dapat
dilakukan upaya visum untuk mencari penyebab terjadi suatu kejahatan. Sehingga ilmu kedokteran kehakiman ini hanya
mempelajari bagaimana cara mempergunakan ilmu kedokteran kehakiman dalam
memecahkan masalah-masalah medis yang melanggar undang-undang atau mempelajari
hukum kedokteran kehakiman dalam proses peradilan.
2. Di
antara 5 macam alat bukti yang diatur dalam pasal 184 KUHAP yang mungkin
terjadi pada profesi seorang dokter adalah Surat dan Saksi Ahli
a. Surat
berkaitan dengan jenis Surat termasuk Visum et Repertum dan Kekuatan Hukum
b. Saksi
Ahli berkaitan dengan profesi/ jabatannya sehingga bisa dijadikan sebagai saksi
ahli
3. Pada persoalan hukum akibat
adanya beberapa ketentuan hukum dimana
di satu sisi mengharuskan memegang kerahasiaan pasien namun di sisi lain
ada ketentuan hukum yang mengharuskan melepaskan kerahasiaan si pasien untuk
kepentingan proses peradilan inilah ketentuan
hukum yang mengandung kontradiktif yaitu:
a. Ketentuan
hukum yang mangandung kontradiktif terdapat pada pasal 322 KUHP yang
kontradiktif dengan Pasal 170 KUHAP. Karena dipasal 322 KUHP menjelaskan bahwa
Dokter wajib menyimpan rahasia jabatan baik yang sekarang maupun yang dahulu jika
membuka rahasia diancam dengan pidana paling lama 9 bulan atau pidna denda
paling banyak 9000 rupiah.
b. Pasal
322 ayat (2) jika kejahatan seorang dokter dilakukan terhadap seseorang
tertentu maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
c. Pasal
170 KUHAP Pasal (1) “Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban
untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan
kepada mereka.”Maka dari itu pasal 322 dalam KUHP bertentangan dengan pasal 170
KUHAP yang dimana seharusnya teori KUHP tidak bertentangan dengan hokum acara
di pengadilan.
d. Pasal
242 KUHP kontrakdiktif dengan
PP nomor 10 tahun 1966,
Dimana pada pasal 242 KUHP menjelasakn
bahwa seorang dokter dilarang melanggar sumpah dan PP nomor 10 Tahun 1966
menjelaskan bahwa “Barang siapa dalam hal-hal yang menurut peraturan undang-undang
menuntut sesuatu keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa
akibat bagi hukum dengan sengaja memberi keterangan palsu, yang ditanggung
dengan sumpah, baik dengan lisan atau dengan tulisan, maupun oleh dia sendiri
atau kuasanya yang istimewa ditunjuk untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya
tujuh tahun”
Peraturan perundang undangan pasal 242
KUHP kontrakdiktif dengan PP nomor
10 Tahun 1966 karena di PP nomor 10
Tahun 1966 Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib
menyimpan dengan memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan jabatan atau
pekerjaanya diancam pidana 9 bulan. Hal
ini juga ditegaskan dalam UU nomor
29 Tahun 2004 Pasal 51 butir 3 bahwa kewajiban dokter adalah Merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
Sehingga dari permasalahan
di atas dapat menggunakan cara penyelesaian yaitu dengan menggunkan Asas Legalitas karena seorang dokter
harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan Pasal 1 ayat
(1) KUHP maka seorang dokter harus menjaga rahasia pasien kecuali seorang
dokter melepas kerahasiannya demi keadilan. Dan harus mendapatkan persetujuan
dari pasien yang mempunyai rahasia tersebut. Serta menurut dokter Prof.
Moeljatno menjelaskan inti pengertian yang
dimaksud dalam asas legalitas yaitu :
1) Tidak
ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih
dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Hal ini dirumuskan
dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
2) Untuk
menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi, akan tetapi
diperbolehkan penggunaan penafsiran ekstensif.
3) Aturan-aturan
hukum pidana tidak berlaku surut.
4. Hak
dan kewajiban seorang dokter terhadap pasien adalah Undang-undang praktek
kedokteran RI nomor
29 thn 2004 mengatur tentang hak dan kewajiban dokter
a. Hak
Dokter terdapat dalam Pasal 50
Undang-Undang nomor
29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan sebagai berikut :
1) Memperoleh
perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standart profesi
dan standar prosedur operasional.
2) Memberikan
pelayanan medis menurut standart profesi dan standart prosedur operasional.
3) Memperoleh
informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya
4) Menerima
imbalan jasa
b. Kewajiban
Dokter terdapat dalam
Pasal 51 Undang-Undang nomor
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan :
1) Memberikan
pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
serta kebutuhan medis pasien.
2) Merujuk
pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan
yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan.
3) Merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia
4) Melakukan
pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila Ia yakin ada orang
lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
5) Menambah
ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran
gigi.
Apabila hak dan kewajiban
tidak di penuhi maka akibat hukumnya adalah:
1)
Dalam
pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika yang akan diteruskan oleh Majelis
Kehormatan disiplin kedokteran Indonesia kepada organisasi profesi.
2)
Keputusan dari
Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah mengikat
dokter, dokter gigi, dan konsil Kedokteran Indonesia sesuai dengan pasal 69 UU nomor 29 tahun 2004 ttg praktik kedokteran
3)
Keputusan bisa berupa
dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin seperti pemberian
peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat
izin praktek, dan kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
5. Untuk indikator seorang dokter
disebut malpraktek adalah dari
segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik
dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian
(negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran / ketidak-kompetenan yang tidak
beralasan. seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, aborsi ilegal, keterangan palsu, menggunakan
iptekdok yang belum teruji / diterima, berpraktek tanpa SIP, berpraktek di luar
kompetensinya, dan sebagainya.
Kesengajaan tersebut tidak harus berupa sengaja mengakibatkan hasil buruk bagi
pasien, namun yang penting lebih ke arah deliberate
violation (berkaitan dengan motivasi) ketimbang hanya berupa error
(berkaitan dengan informasi).
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk,
yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance. Malfeasance berarti
melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau
improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai
(pilihan tindakan medis tersebut sudah improper).Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat
tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya
melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak melakukan
tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Namun pada kelalaian harus
memenuhi ke-4
unsur kelalaian dalam hukum - khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu
mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara
langsung menimbulkan dampak buruk
Malpraktek dapat berupa Kelalaian
medik sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi.
Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja,
melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan
sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki
kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat
bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan
perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang
seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah
mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain
6. Bentuk
surat Visum et Repertum adalah bentuk dari surat VeR ada berbentuk baku sama
halnya seperti akta notaries. Bentuk baku dari surat VeR adala sebagai berikut:
a. Kop
Surat VeR di atas tertulis “Pro Justicia”
b. Berisi
Pendahuluan, terdiri dari:
Identitas
Dokter, Identitas Korban, Dasar Pertimbangan
dilakukan VeR
c. Hasil
Pemeriksaan,
Dalam
hasil pemeriksaan ini bukan hanya yang dilihat dari kasat mata akan tetapi yang
tampak oleh mata juga. Contohnya:
Warna pakaian yang di pakai, waktu pemeriksaan menggunakan sandal berwana apa
dll
d. Kesimpulan
kesimpulan
ini berdasarkan ilmu kedokteran atau hasil dari VeR. Aka tetapi dalam
kesimpulan ini tidak boleh ada kesimpulan yang memvonis.
e. Penutup.
Dalam Penutup harus ada klausul “
Mengingat Sumpah Dokter”
f. Tanda
Tangan
Tanggal yang tertera adalah tanggal saat
dilakukannya pemeriksaan VeR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar