1. Aliran
yang diterapkan:
a. Hakim
(Gusrizal):
·
Utilitarisme
: asas manfaat
(contoh:tetap menghadirkan saksi untuk mencari
kebenaran materiil) karena hakim berfikir bahwa saksi itu perlu untuk mencari
kebenaran formil yaitu kebenaran yang berdasarkan alat-alat bukti+keyakinan
hakim yang nantinya dapat digunakan untuk menjatuhkan putusan.
·
Idealism: sesuatu yang benar dan tepat
yang ada di dalam pikirannya.
contohnya saat majelis hakim memperbolehkan
saksi hadir dalam persidangan karena bermanfaat untuk mencari kebenaran
materiil.
Eksistensialisme
(menurut pribadi hakim menghadirkan saksi itu baik karena dapat digunakan untuk
mencari kebenaran formil)
*keberatan dengan permohonan jaksa
(tp akhirnya diperbolehkan)
b. Jaksa
:
1) Rista :hedonisme
(dengan seenaknya sendiri ingin menghadirkan saksi saat jadwal persidangan
adalah tuntutan jaksa)
2)
hedonisme : jaksa semau gue contohnya saat jaksa memotong pembicaraan hakim dan
keberadaannya di persidangan tanpa surat tugas adanya perubahan penuntut umum.
3)
utilitarisme : saat jaksa meminta menghadirkan 2 orang saksi lagi untuk
diperiksa, karena menurutnya hal tersebut bermanfaat untuk menguatkan tuntutan
yang akan dijatuhkan kepada terdakwa.
*menyela
persidangan
*surat
tugas tidak ada
*ingin
menghadirkan saksi saat jadwal tuntutan jaksa
c. Pengacara
(Juniver Girsang)
·
Eudaemonisme : kebahagiaan untuk diri
sendiri maupun orang lain baik keberuntungan yang telah diperoleh maupun yang
masih akan diperoleh. Contohnya sikap pengacara yang Memprotes jaksa atas ingin
menghadirkan saksi dan Menuntut bebas jika memang jaksa ragu-ragu dengan
perkara ini. Hal ini dilakukan untuk dirinya sendiri dan kliennya karena
tindakan jaksa yang menunjukkan keraguan sehingga pengacara berharap meringankan
tuntutan jaksa terhadap kliennya nantinya.
2.
Tindakan jaksa jika dihubungkan dengna etika dalam
menjalankan profesi, terjadi penurunan etika dikalangan para penegak hukum
tersebut. Contohnya :
Tindakan
jaksa yang langsung menyela persidangan,surat tugas jaksa tidak ada, dan ingin
menghadirkan saksi saat jadwal tuntutan jaksa.
Adanya etika profesi hukum dilakukan agar
menjadi bekal untuk memiliki etis saat menjalankan profesi-profesi hukum dan
dapat direalisasikan dalam mengemban tugas profesi hukum. Kode etik pada
masing-masing profesi hukum bertujuan untuk menyelenggarakan dan mengatur
tingkah laku dari para anggotanya dalam praktik professional. Seperti halnya
kode etik hakim, jaksa, dan pengacara. Seperti pengacara yang mengajukan atau
membela kepentingan kliennya dan mengajukan fakta dan pertimbangan yang ada
sangkut pautnya dg perkara yang dibelanya tersebut (contoh: dalam kasus
tersebut mengatakan bahwa “kalau memang jaksa ragu-ragu dengan perkara ini,
jaksa harus menuntut bebas”.hal ini dalam rangka memungkinkan bagi hakim untuk
memberikan putusan yang seadil-adilnya bukan dengan tindakan jaksa yang
menyalahi jadwal saat tuntutan jaksa).
Dan
sikap majelis hakim yang memperbolehkan pemeriksaan saksi dengan alasan mencari
kebenaran materiil merupakan kekuasaan hakim untuk memeriksa dan mengadili dimana
nantinya dimungkinkan akan menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan.
Dalam persidangan hakim yang memimpin jalannya persidangan, jadi setiap ingin
berbicara atau ada yang ramai yang dapat mengganngu jalannya persidangan, hakim
dapat mengambil tindakan atas hal tersebut seperti peringatan atau dikeluarkan
dari persidangan. Contoh sikap hakim yang tegas dalam kasus tersebut bahwa
hakim mengingatkan jaksa Farida untuk tidak memotong saat hakim berbicara dan
mengingatkan juga pada Farida untuk menunjukkan surat tugas saat ada perubahan
penuntut umum jadi tidak langsung masuk dan berbicara begitu saja seperti yang
dilakukan farida pada kasus tersebut.
Menurut
buku Suhrawardi K. Lubis , SH yang berjudul “Etika Profesi Hukum”, Dan etika
profesi hukum diharapkan para professional hukum mempunyai kemapuan individu
tertentu yang kritis, yaitu:
a. Kemampuan
untuk kesadaran etis
b. Kemampuan
untuk berpikir secara etis
c. Kemampuan
untuk bertindak secara etis
d. Kemampuan
untuk kepemimpinan etis.
Jadi dapat disimpulkan
bahwa tindakan jaksa jaksa yang langsung menyela persidangan,surat tugas jaksa
tidak ada, dan ingin menghadirkan saksi saat jadwal tuntutan jaksa belum
mencerminkan kepribadian dan tingkah laku prosfesional hukumn khususnya dalam kondisi
di dalam persidangan tersebut.
3.
Yang paling berperan dalam seluruh
kejadian dalam artikel adalah hakim. Karena disini hakim dituntut untuk
professional dan tegas dalam mengambil keputusan, contohnya: memperbolehkan
menghadirkan saksi dalam persidangan, walaupun pengacara mencela kelakuan
jaksa.tetapi jika menurut majelis hakim penghadiran saksi dapat menambah
pertimbangan hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut, maka hal
tersebut menjadi kekuasaan penuh majelis hakim. Hal ini pencerminan dari
Integritas dan martabat hakim. Ketegasan hakim juga dicerminkan dalam
pernyataan gusrizal bahwa “seharusnya kalau ada perubahan penuntut umum
disampaikan baru saudara boleh berbicar” dan “jangan dipotong-potong saya
bicara belum selesai, ini bukan warung kopi. Semua diberi kesempatan untuk
berbicara”. Hal ini juga dapat dijadikan pembelajaran bagi para pengemban etika
profesi hukum yang lainnya agar tidak seenaknya hadir dan menyela jalannya
persidangan.
Jaksa:
karena permintaan jaksa untuk menghadirkan saksi lg, menyebabkan hakim untuk
berpikir lagi dan menyalahi jadwal yang sudah ada. Sehingga hakim
memperbolehkan saksi hadir di persidangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar