Sabtu, 10 November 2012

Analisa Kasus Peradilan Militer


Contoh kasus: Pagelaran Peradilan Koneksitas Kasus Pembantaian Ulama Karismatik, Tengku Bantaqiah bersama 56 orang murid Pesantrennya di Desa Betong Ateuh, Kabupaten Aceh Barat, pada tanggal 23 Juli 1999 di Pengadilan Negeri Banda Aceh
Sidang koneksitas itu sendiri di pimpin oleh oleh Ketua Majelis Hakim dan 2 orang hakim anggota Sebagai pembela yang mendampingi seluruh prajurit Kostrad, 25 tersangka kasus pembantaian Ulama Aceh Tengku Bantaqiah bersama 56 murid pesantrennya di Beutong Ateuh, Kabupaten Aceh Barat itu, 
10 tersangka diantaranya adalah anggota Yon Linud 328 Kostrad Cilodog Bogor-Jawa Barat. 
1 Tersangka anggota Yon Linud 305 Kerawang Jawa Barat, 
1 tersangka dari Kipan B Yon 113 Cunda Lhokseumawe-Aceh Utara, 
2 tersangka dari Yon 413 Sukoharjo Jawa Tengah, 
2 anggota Korem 011 Lilawangsa Lhokseumawe, 
7 tersangka anggota Kiwal Kodam I Bukit Barisan Medan, 
1 tersangka warga sipil bernama Taleb Aman Suar, penduduk Kampung Paya Kolak, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah. 
1 tersangka Letkol Sujono, Kasi Intel Korem 011 Lilawangsa Lhokseumawe,
Dalam penjelasannya JPU mengatakan 56 korban pembataian tidak semuanya tewas di Pesantren Tengku Bantaiqiah, tetapi yang luka-luka saat itu diangkut dengan dua truk ke Lhokseumawe, dengan alasan akan dirawat di kota Lhokseumawe Aceh Utara, namun di pertengahan jalan di Kabupaten Aceh Tengah, ke 23 korban luka-luka itu dibunuh oleh para tersangka di dua titik lokasi dan seluruh mayat-mayatnya dibuang ke dalam jurang di Kabupaten Aceh Tengah.
 
ANALISA
Contoh kasus tersebut merupakan salah satu kejahatan koneksitas yaitu kejahatan yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk dalam lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, yang diadili dan diperiksa oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum  kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Kemanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. (Pasal 89 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP) dan (Pasal 198 UU NO. 31 Tahun 1997 Tantang Peradilan Militer). untuk menentukan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana, diadakan penelitian bersama oleh Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi atas dasar hasil penyidikan tim. Pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang di tandatangani oleh Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi atas dasar penyidikan tim.Jika titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut  terletak pada kepentingan umum, maka perkara pidana itu harus diadili di lingkungan peradilan umum.
Dapat kita lihat pada kasus pembantaian Ulama Aceh Tengku Bantaqiah bersama 56 murid pesantrennya di Beutong Ateuh, Kabupaten Aceh Barat salah satunya adalah warga sipil penduduk Kampung Paya Kolak, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah yang ikut melakukan kejahatan tsb dan pada kasus ini kerugian yang ditimbulkan terletak pada kepentingan umum. Oleh karena itu, kasus ini diadili di Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Hal ini sesuai dengan  Pasal 22 UU No. 14 Tahun 1970 yang telah diamandemen dengan UU No. 35 Tahun 1999 bahwa Prajurit TNI dapat diadili di peradilan umum apabila melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang sipil, dan kerugian lebih banyak pada kepentingan sipil. 
Namun seharusnya pada kasus ini, karena termasuk dalam pelanggaran HAM berat untuk itu lebih baik diselesaikan dalam Pengadilan HAM bukan Pengadilan Koneksitas karena merupakan kejahatan kemanusiaan.


Semoga bermanfaat untuk pembaca :)

Tidak ada komentar: