Jumat, 09 November 2012

Filsafat Hukum


1.   Mengapa manusia berfilsafat?
Menurut buku Drs. Euganius Sumaryono, ada beberapa alasan  manusia berfilsafat yaitu
a.       Ada persoalan yang menarik perhatiannya dan yang menuntut jawaban. Persoalan-persoalan itu menyebabkan manusia tercengang dan bingung, sebab setiap kali persoalan itu diketemukan , maka timbul persoalan baru yang juga tidak kalah menariknya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan jawaban yang dapat disusun itu memiliki dampak yang dapat mengembangkan gagasan selanjutnya yang dapat memperjelas pengertian-pengertian ataupun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan lainnya. Untuk mengatasi rasa heran, tercengan dan bingung mengenai persoalan yang menarik itu, Rene Descartes menyajikan 2 cara penguraian jawabannya, yaitu:
1)      Menuji prinsip-prinsip yang mendasari hal-hal yang sudah diyakini (kebenarannya).
2)      Menemukan sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya dan menyimpulkan dari padanya kebenaran-kebenaran yang lain.
Untuk itu, kita pertama-tama harus paham benar tentang persoalan itu, kemudian membatasinya sebaik mungkin dan menunjukkan apa yang sebenarnya perlu diselidiki. Jawaban yang diajukan harus berhubungan dengan prinsip-prinsip yang mendasari keyakinan itu, sehingga kebenarannya tidak perlu diragukan lagi.
b.      Dunia ini penuh dengan bermacam-macam pendapat, keyakinan dan interpretasi. Sebagai akibatnya, manusia yang pada awalnya tercengan dan bingung terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya, kini menjadi ragu-ragu. Manusia seakan-akan tidak menemukan kepastian jawaban yang diharapkannya. Ia kini merasa perlu mulai menguji pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya baik melalui pengalaman inderawi, kesadaran atau keyakinannya maupun yang diperolehnya melalui kerja akal. Ia perlu menguji secara rasional segala sesuatu yang relevan yang katanya benar. Dengan sikap iini bukan berarti kita lalu menjadi skeptik dan ragu terhadap pengetahuan/keyakinan yang sudah ada, melainkan dimaksudkan sebagai sikap penghati-hati dan sebagai titik tolak untuk tidak ragu-ragu lagi. Dalam hal ini Descrates menunjukkan suatu usaha mencari sesuatu yang tunggal dan pasti, serta tidak dapat diragukan lagi. Bahkan sikap ini juga dimaksudkan untuk menghindari sikat tergesa-gesa dan berprasangka dalam salah tafsir ataupun salah interpretasi.
c.       Manusia sadar bahwa ia memiliki keterbatasan eksisensial dan akhirnya juga sadar bahwa fakta tunggal yang tidak dapat diragukan lagi ialah keberadaannya sendiri. Seperti diungkapkan oleh Descrates dalam pernyataannya “Cogito Ergo Sum” saya berpikir maka saya ada. Oleh karenya, untuk mengetahui hal-hal yang ada disekelilingnya manusia memerlukan sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mengatasi keterbatasannya itu. Ia memerlukan suatu yang tidak terbatas, yang mampu memberi pengetahuan yang tidak terbatas tentang dunia sekeliling.  Jadi keheranan, keraguan dan kesadaran akan keterbatasan eksistensialnya, yang mendorong manusia untuk berpikir.
Menurut Prof. Dr. H. Lili Rasjidi, S.H., S.Sos., LL.M. mengapa manusia berfilsafat?
a.       Kaitannya dengan filsafat hokum menurut Soetikno bahwa memperlajari filsafat hukum untuk mencari hakikat daripada hukum yang menyelidiki kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai-nilai.
b.      Menurut E. Utrecht dikatakan bahwa mempelajari filsafat hukum untuk memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah hukum itu sebenarnya? Apakah sebabnya maka kita menaati hukum? Apakah keadilan yang menjadi ukuran untuk baik buruknya hukum itu?.
c.       Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja, filsafat hukum dipelajari untuk menempatkan hukum dalam tempat dan perspektif yang tepat sebagai bagian dari usaha manusia menjadikan dunia ini suatu tempat yang lebih pantas untuk didiaminya. Gunanya untuk mengimbangi efek daripada spesialisasi yang sempit yang mungkin disebabkan oleh program spesialisasi yang dimulai ditahun ke-4. Secara praktis dimanfaatkan untuk menjelaskan peranan hukum dalam pembangunan dengan memberikan perhatian khusus pada ajaran-ajaran sociological jurisprudence dan legal realism.
d.      Menurut Satjipto Rahardjo, alas an manusia berfilsafat adalah karena filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum tentang “hakikat hukum”  misalnya dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum (dihadapkan pada ilmu hukum positif).

Menurut Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manulang dalam bukunya “pengantar ke filsafat hukum”,mengapa manusia berfilsafat?
Sebagai subjek yang mencoba mengenal filsafat hukum, kita berfilsafat untuk mengenali objek yang akan kita hadapi menggunakan metodologi atau pendekatan. Kemudian kita pilih salah satu yang menurut kita sesuai dengan tujuan keseluruhan proses belajar kita serta berdasarkan pertimbangan secara praktis bagi kita itulah yang dapat kita ambil sebagai satu pendekatan yang paling tepat bagi kita dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Dengan pendekatan itu kita melakukan proses pemahaman objek yang kita hadapi. Hasilnya kita mendapat pemahaman tentang objek yang kita hadapi tadi yang kemudian dapat menjadi objek dari proses memperoleh pengetahuan selanjutnya.
Pemahaman dalam filsafat dilakukan menurut langkah-langkah berikut:
a.       Mengerti dan memahami problem yang terkandung dalam pertanyaan filosofis.
b.      Melihat berbagai kemungkinan jawaban yang ada beserta argumen-argumen baik yang menguatkan ataupun yang melemahkan.
c.       Mencoba mengkritisi jawaban yang kita ajukan sendiri dalam rangka afirmasi terhadap jawaban-jawaban.
Belajar filsafat adalah belajar untuk memerdekakan diri kita dari belenggu-belenggu ketakutan (mempelajari jalan atau metodologi yang membuat kita dapat berpartisipasi akti dalam sebuah proses perbincangan). Selain itu, dengan berfilsafat kita belajar untuk mendengarkan dan mengaktualisasikan diri kita secara wajar. Kita tidak takut untuk berbuat salah tetapi tidak semaunya ketika berbuat kesalahan. Filsafat membuat kita hidup dalam harapan yang sehat akan masa depan.
           
            Jadi fungsi filsafat (termasuk juga filsafat hukum) adalah membantu kita untuk berpikir kreatif, menentukan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada jalan yang baru. Membimbing kita untuk maju dan untuk memberikan keyakinan kepada kita untuk dapat menopang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang mengabdi kepada cita-cita mulia kemanusiaan.
Menurut Dr.Dominikus Rato SH.,M.Si, dalam bukunya “Filsafat Hukum Mencari, menemukan dan memahami Hukum” mengapa manusia berfilsafat, menurut Gustav Radbruch adalah untuk mencari, menemukan dan menganalisanya yaitu aspek keadilan menyangkut keselarasan,keseimbangan, dan keserasian antara hak dan kewajiban subjek hukum, aspek tujuan keadilan atau finalitas yaitu menentukan isi hukum agar sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan hukum sebagai instrumentalnya, dan aspek kepastian hukum atau legalitas yaitu menjamin bahwa hukum mampu memberrikan dan menetapkan hak atas sesuatu dari seseorang sebagai subjek hukum.

Menurut win usuluddin Bernadien dalam bukunya “Membuka Gerbang Filsafat” 2011, manusia berfilsafat karena seiring terjadi perkembangan yang mengarah pada perubahan-perubahan besar. Berbagai perubahan itu sering menghadirkan krisis self-alienation, self-ralisation,loneliness. Satuhal yang memang penting untuk dimengerti adalah bahwa manusia pada dasarnya memiliki kesadaran diri tetapi tidak semuanya mampu melakukan optimalisasi bagi kesadaran dan penghayatan diri. Maka filsafat bekerjasama dg disiplin yang lain dapat memainkan peran sentral dalam memimpin manusia ke arah berbagai keinginan dan beragam aspirasi baru. Iptek telah semakin memposisikan manusia pada strata yang paling tinggi diantara sekian entitas dan realitas yang ada di jagad raya ini. Kemajuan iptek sering kali malah dibarengi dengan pemisahan nilai dan penjauhan kebijaksanaan. Akibatnya intelektualitas dan moralitas menjadi 2 hal yang sulit dipertemutalikan sehingga dalam waktu bersamaan pula manusia mengalami kegelisahanm, keterasingan, dank e tak berma an dalam hidupnya bahkan gamang untuk melakukan aktualisasi bagi dirinya. Dalam situasi inilah filsafat bertugas untuk meluruskan kembali tujuan dan makna bagi masa depan umat manusia dan sebagai pedorong dan penggerak bagi setiap upaya penyelamatan manusia dari kesesatan dan pelepasan diri dari segala kungkungan kegelisahan, keterasingan dank e takbermaknaan
Menurut Ali Maksum dalam bukunya “Pengantar Filsafat dari masa klasik hingga postmodernisme” manusia berfilsafat karena seiring dengan perubahan-perubahan yang menyangkut dasar-dasar kehidupan manusia dan masyarakat , manusia telah mengalami lompatan-lompatan dahsyat dalam bidang sains dan teknologi (iptek). Kemajuan iptek sering tidak dibarengi dengan kemajuan yang sama di bidang spiritual dan moral  dari sinilah kemudian pengetahuan tidak menyatu dengan nilai, kekuatan tidak menyatu dengan kebijaksanaan. Manusia berada dalam keadaan delematis, intelektualitas dan moralitasnya terombang-ambing tanpa terkendali. Manusia telah memperoleh kekuatan besar dengan ipteknya dan telah pula mencapai taraf kehidupan yang mudah dan serba ada. Tetapi pada saat yg bersamaan ia mengalami kegelisahan dan ketidak bermaknaan dalam kehidupan.ia semakin terasing dengan dirinya sendiri, lingkungan sosialnya dan bahkan dengan Tuhannya. Manusia berfilsafat untuk meluruskan kembali tujuan sains dan teknologi yang tercerabut dari metafisinya. Dengan berfilsafat akan memaknai kembali landasan sains dan teknologi baik pada tataran epistemology, ontology maupun aksiologi. Jika hal ini tidak dilakukan bisa dipastikan manusia akan kehilangan tujuan, arah, makna dan kemerdekaannya. Oleh karena itu, filsafat harus merumuskan kembali muatan moral dan nilai bagi landasan bangunan sains modern.

2.      Tugas Filsafat menurut Drs. E. Sumaryono
a.       Membawa manusia untuk berpikir kritis tentang alam raya dan tempat manusia di dalamnya, berpikir tentang kemampuan-kemampuan pengetahuan kita dan kemampuan-kemampuan kita terhadap kebaikan dan kejahatan
b.      Filsafat berfungsi sebagai usaha “reconnaissance” atau mengingat, menyelidiki, mengakui, atu bahkan berterima kasih. Atas dasar semuanya ini filsafat bertugas membentuk sikap menghargai dan terbuka, serta menerima untuk “re-thinking” atau berrefleksi.
c.       Filsafat menekankan bahwa abstraksi dari ilmu-ilmu itu adalah benar-benar hanya bersifat abstraksi (bukan merupakan keterangan yang menyeluruh) dan melengkapi ilmu-ilmu itu sendiri dengan cara memperbandingkan hasil ilmu-ilmu itu dengan pengetahuan intuitif (=pengetahuan yang langsung dan seketika, yang bersifat analitis dan apa adanya) tentang alam raya, dengan pengetahuan yang lebih konkrit, seraya mendukung pembentukan skema-skema berpikir yang lebih menyeluruh. Jadi filsafat berfungsi sebagai penyelidikan yang kritis dan menyeluruh.
Menurut Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manulang bukunya “pengantar ke filsafat” , tugas dari filsafat:
Secara umum filsafat mempunyai 2 tugas yaitu:
a.       Tugas kritis : tugas filsafat untuk mencegah pembatuan klaim kebenaran, dominasi dan hegemoni kebenaran tertentu. Tugas kritis filsafat adalah mengingatkan ketidaksempurnaan kemanusiaan kita yang akan membawa kita pada kerendahatian.  Kita tidak hanya diingatkan bahwa manusia tidak sempurna, tetapi kita juga diperlihatkan bahwa ada harapan untuk menjadi sempurna dan semakin sempurna. Secara konstruktif menunjukkan pada kita bahwa kita dalam proses untuk menjadi sempurna.
b.      Tugas konstruktif :
Tugas Konstruktif
Tugas Konstruktif Filsafat Hukum Islam ialah mempersatukan cabang-cabang Hukum Islam dalam kesatuan system Hukum Islam sehingga nampak bahwa antara satu cabang Hukum Islam dengan lainnya tidak terpisahkan.
Menurut Gustav Radbruch dan W. Friedmann, tugas dari filsafat hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada dasar-dasar filsafatnya yang terakhir. Jadi tugasnya adalah menformulasikan cita-cita politik yang dituangkan dalam istilah-istilah keadilan dan ketertiban hukum.

Menurut Dr.Dominikus Rato SH.,M.Si, dalam bukunya “Filsafat Hukum Mencari, menemukan dan memahami Hukum” 2010, tugas filsafat hukum adalah memformulasi cita-cita politik dalam konsep keadilan dan ketertiban hukum. Fungsi hukum dapat berfungsi baik apabila menjalankan tugasnya dengan baik pula. Tugas hukum tidak terlepas dari paradigm yang dianut missal tugas hukum positif adalah menciptakan kepastian hukum.
a.      Tugas “legal idealism”: cita-cita hukum yang berlaku formal adalah cita-cita hukum formal yang procedural.
b.      Fungsionalisasi hukum dan pendekatan fungsional terhadap hukum: idealism hukum positif perlu dilakukan secara sistemik karena hukum adalah suatu system. Sebagai sebuah system, cara kerjanya adalah fungsional antara subsistem yang satu dengan subsistem yang lain. Contoh teori The separation of power dari Montesquieu (Trias Politika) dimana kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudikatif harus benar-benar dilakukan dan cara kerjanya harus saling berkaitan satu sama lain.

Menurut win usuluddin Bernadien dalam bukunya “Membuka Gerbang Filsafat” 2011,filsafat bertugas untuk meluruskan kembali tujuan dan makna bagi masa depan umat manusia dan sebagai pedorong dan penggerak bagi setiap upaya penyelamatan manusia dari kesesatan dan pelepasan diri dari segala kungkungan kegelisahan, keterasingan dan ke tak bermaknaan saat Kemajuan iptek sering kali malah dibarengi dengan pemisahan nilai dan penjauhan kebijaksanaan. Akibatnya intelektualitas dan moralitas menjadi 2 hal yang sulit dipertemutalikan sehingga dalam waktu bersamaan pula manusia mengalami kegelisahanm, keterasingan, dank e tak berma an dalam hidupnya bahkan gamang untuk melakukan aktualisasi bagi dirinya

Tidak ada komentar: