1. Mengapa
manusia berfilsafat?
Menurut
buku Drs. Euganius Sumaryono, ada beberapa
alasan manusia berfilsafat yaitu
a. Ada
persoalan yang menarik perhatiannya dan yang menuntut jawaban.
Persoalan-persoalan itu menyebabkan manusia tercengang dan bingung, sebab setiap
kali persoalan itu diketemukan , maka timbul persoalan baru yang juga tidak
kalah menariknya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan jawaban yang dapat disusun
itu memiliki dampak yang dapat mengembangkan gagasan selanjutnya yang dapat
memperjelas pengertian-pengertian ataupun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
lainnya. Untuk mengatasi rasa heran, tercengan dan bingung mengenai persoalan
yang menarik itu, Rene Descartes menyajikan 2 cara penguraian jawabannya,
yaitu:
1)
Menuji prinsip-prinsip yang mendasari
hal-hal yang sudah diyakini (kebenarannya).
2)
Menemukan sesuatu yang tidak dapat
diragukan lagi kebenarannya dan menyimpulkan dari padanya kebenaran-kebenaran
yang lain.
Untuk
itu, kita pertama-tama harus paham benar tentang persoalan itu, kemudian
membatasinya sebaik mungkin dan menunjukkan apa yang sebenarnya perlu
diselidiki. Jawaban yang diajukan harus berhubungan dengan prinsip-prinsip yang
mendasari keyakinan itu, sehingga kebenarannya tidak perlu diragukan lagi.
b. Dunia
ini penuh dengan bermacam-macam pendapat, keyakinan dan interpretasi. Sebagai
akibatnya, manusia yang pada awalnya tercengan dan bingung terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapinya, kini menjadi ragu-ragu. Manusia
seakan-akan tidak menemukan kepastian jawaban yang diharapkannya. Ia kini
merasa perlu mulai menguji pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya baik
melalui pengalaman inderawi, kesadaran atau keyakinannya maupun yang
diperolehnya melalui kerja akal. Ia perlu menguji secara rasional segala
sesuatu yang relevan yang katanya benar. Dengan sikap iini bukan berarti kita
lalu menjadi skeptik dan ragu terhadap pengetahuan/keyakinan yang sudah ada,
melainkan dimaksudkan sebagai sikap penghati-hati dan sebagai titik tolak untuk
tidak ragu-ragu lagi. Dalam hal ini Descrates menunjukkan suatu usaha mencari
sesuatu yang tunggal dan pasti, serta tidak dapat diragukan lagi. Bahkan sikap
ini juga dimaksudkan untuk menghindari sikat tergesa-gesa dan berprasangka
dalam salah tafsir ataupun salah interpretasi.
c. Manusia
sadar bahwa ia memiliki keterbatasan eksisensial dan akhirnya juga sadar bahwa
fakta tunggal yang tidak dapat diragukan lagi ialah keberadaannya sendiri.
Seperti diungkapkan oleh Descrates dalam pernyataannya “Cogito Ergo Sum” saya
berpikir maka saya ada. Oleh karenya, untuk mengetahui hal-hal yang ada
disekelilingnya manusia memerlukan sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
mengatasi keterbatasannya itu. Ia memerlukan suatu yang tidak terbatas, yang
mampu memberi pengetahuan yang tidak terbatas tentang dunia sekeliling. Jadi keheranan, keraguan dan kesadaran akan
keterbatasan eksistensialnya, yang mendorong manusia untuk berpikir.
Menurut
Prof. Dr. H. Lili Rasjidi, S.H., S.Sos., LL.M. mengapa
manusia berfilsafat?
a. Kaitannya
dengan filsafat hokum menurut Soetikno bahwa memperlajari filsafat hukum untuk
mencari hakikat daripada hukum yang menyelidiki kaidah hukum sebagai
pertimbangan nilai-nilai.
b. Menurut
E. Utrecht dikatakan bahwa mempelajari filsafat hukum untuk memberi jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah hukum itu sebenarnya? Apakah
sebabnya maka kita menaati hukum? Apakah keadilan yang menjadi ukuran untuk
baik buruknya hukum itu?.
c. Sedangkan
menurut Mochtar Kusumaatmadja, filsafat hukum dipelajari untuk menempatkan
hukum dalam tempat dan perspektif yang tepat sebagai bagian dari usaha manusia
menjadikan dunia ini suatu tempat yang lebih pantas untuk didiaminya. Gunanya
untuk mengimbangi efek daripada spesialisasi yang sempit yang mungkin
disebabkan oleh program spesialisasi yang dimulai ditahun ke-4. Secara praktis
dimanfaatkan untuk menjelaskan peranan hukum dalam pembangunan dengan
memberikan perhatian khusus pada ajaran-ajaran sociological jurisprudence dan legal
realism.
d. Menurut
Satjipto Rahardjo, alas an manusia berfilsafat adalah karena filsafat hukum
mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum tentang
“hakikat hukum” misalnya dasar-dasar
bagi kekuatan mengikat dari hukum (dihadapkan pada ilmu hukum positif).
Menurut
Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manulang dalam bukunya “pengantar ke filsafat
hukum”,mengapa manusia berfilsafat?
Sebagai subjek yang
mencoba mengenal filsafat hukum, kita berfilsafat untuk mengenali objek yang
akan kita hadapi menggunakan metodologi atau pendekatan. Kemudian kita pilih
salah satu yang menurut kita sesuai dengan tujuan keseluruhan proses belajar
kita serta berdasarkan pertimbangan secara praktis bagi kita itulah yang dapat
kita ambil sebagai satu pendekatan yang paling tepat bagi kita dibandingkan
dengan pendekatan lainnya. Dengan pendekatan itu kita melakukan proses
pemahaman objek yang kita hadapi. Hasilnya kita mendapat pemahaman tentang
objek yang kita hadapi tadi yang kemudian dapat menjadi objek dari proses
memperoleh pengetahuan selanjutnya.
Pemahaman dalam
filsafat dilakukan menurut langkah-langkah berikut:
a.
Mengerti dan memahami problem yang
terkandung dalam pertanyaan filosofis.
b.
Melihat berbagai kemungkinan jawaban
yang ada beserta argumen-argumen baik yang menguatkan ataupun yang melemahkan.
c.
Mencoba mengkritisi jawaban yang kita
ajukan sendiri dalam rangka afirmasi terhadap jawaban-jawaban.
Belajar
filsafat adalah belajar untuk memerdekakan diri kita dari belenggu-belenggu
ketakutan (mempelajari jalan atau metodologi yang membuat kita dapat
berpartisipasi akti dalam sebuah proses perbincangan). Selain itu, dengan
berfilsafat kita belajar untuk mendengarkan dan mengaktualisasikan diri kita
secara wajar. Kita tidak takut untuk berbuat salah tetapi tidak semaunya ketika
berbuat kesalahan. Filsafat membuat kita hidup dalam harapan yang sehat akan
masa depan.
Jadi fungsi filsafat (termasuk juga filsafat hukum)
adalah membantu kita untuk berpikir kreatif, menentukan nilai, menetapkan
tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada jalan yang baru. Membimbing kita
untuk maju dan untuk memberikan keyakinan kepada kita untuk dapat menopang
dunia baru, mencetak manusia-manusia yang mengabdi kepada cita-cita mulia
kemanusiaan.
Menurut
Dr.Dominikus Rato SH.,M.Si, dalam bukunya “Filsafat Hukum Mencari, menemukan
dan memahami Hukum” mengapa manusia berfilsafat, menurut Gustav
Radbruch adalah untuk mencari, menemukan dan menganalisanya yaitu aspek
keadilan menyangkut keselarasan,keseimbangan, dan keserasian antara hak dan
kewajiban subjek hukum, aspek tujuan keadilan atau finalitas yaitu menentukan
isi hukum agar sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan hukum sebagai
instrumentalnya, dan aspek kepastian hukum atau legalitas yaitu menjamin bahwa
hukum mampu memberrikan dan menetapkan hak atas sesuatu dari seseorang sebagai
subjek hukum.
Menurut
win usuluddin Bernadien dalam bukunya “Membuka Gerbang Filsafat” 2011,
manusia berfilsafat karena seiring terjadi perkembangan yang mengarah pada
perubahan-perubahan besar. Berbagai perubahan itu sering menghadirkan krisis self-alienation, self-ralisation,loneliness.
Satuhal yang memang penting untuk dimengerti adalah bahwa manusia pada dasarnya
memiliki kesadaran diri tetapi tidak semuanya mampu melakukan optimalisasi bagi
kesadaran dan penghayatan diri. Maka filsafat bekerjasama dg disiplin yang lain
dapat memainkan peran sentral dalam memimpin manusia ke arah berbagai keinginan
dan beragam aspirasi baru. Iptek telah semakin memposisikan manusia pada strata
yang paling tinggi diantara sekian entitas dan realitas yang ada di jagad raya
ini. Kemajuan iptek sering kali malah dibarengi dengan pemisahan nilai dan
penjauhan kebijaksanaan. Akibatnya intelektualitas dan moralitas menjadi 2 hal
yang sulit dipertemutalikan sehingga dalam waktu bersamaan pula manusia mengalami
kegelisahanm, keterasingan, dank e tak berma an dalam hidupnya bahkan gamang
untuk melakukan aktualisasi bagi dirinya. Dalam
situasi inilah filsafat bertugas untuk meluruskan kembali tujuan dan makna bagi
masa depan umat manusia dan sebagai pedorong dan penggerak bagi setiap
upaya penyelamatan manusia dari kesesatan dan pelepasan diri dari segala
kungkungan kegelisahan, keterasingan dank e takbermaknaan
Menurut
Ali Maksum dalam bukunya “Pengantar Filsafat dari masa klasik hingga
postmodernisme” manusia berfilsafat karena seiring
dengan perubahan-perubahan yang menyangkut dasar-dasar kehidupan manusia dan
masyarakat , manusia telah mengalami lompatan-lompatan dahsyat dalam bidang
sains dan teknologi (iptek). Kemajuan iptek sering tidak dibarengi dengan
kemajuan yang sama di bidang spiritual dan moral dari sinilah kemudian pengetahuan tidak
menyatu dengan nilai, kekuatan tidak menyatu dengan kebijaksanaan. Manusia
berada dalam keadaan delematis, intelektualitas dan moralitasnya
terombang-ambing tanpa terkendali. Manusia telah memperoleh kekuatan besar
dengan ipteknya dan telah pula mencapai taraf kehidupan yang mudah dan serba
ada. Tetapi pada saat yg bersamaan ia mengalami kegelisahan dan ketidak
bermaknaan dalam kehidupan.ia semakin terasing dengan dirinya sendiri,
lingkungan sosialnya dan bahkan dengan Tuhannya. Manusia berfilsafat untuk
meluruskan kembali tujuan sains dan teknologi yang tercerabut dari metafisinya.
Dengan berfilsafat akan memaknai kembali landasan sains dan teknologi baik pada
tataran epistemology, ontology maupun aksiologi. Jika hal ini tidak dilakukan
bisa dipastikan manusia akan kehilangan tujuan, arah, makna dan kemerdekaannya.
Oleh karena itu, filsafat harus merumuskan kembali muatan moral dan nilai bagi
landasan bangunan sains modern.
2. Tugas Filsafat menurut Drs. E.
Sumaryono
a. Membawa
manusia untuk berpikir kritis tentang alam raya dan tempat manusia di dalamnya,
berpikir tentang kemampuan-kemampuan pengetahuan kita dan kemampuan-kemampuan
kita terhadap kebaikan dan kejahatan
b. Filsafat
berfungsi sebagai usaha “reconnaissance” atau mengingat, menyelidiki, mengakui,
atu bahkan berterima kasih. Atas dasar semuanya ini filsafat bertugas membentuk
sikap menghargai dan terbuka, serta menerima untuk “re-thinking” atau
berrefleksi.
c. Filsafat
menekankan bahwa abstraksi dari ilmu-ilmu itu adalah benar-benar hanya bersifat
abstraksi (bukan merupakan keterangan yang menyeluruh) dan melengkapi ilmu-ilmu
itu sendiri dengan cara memperbandingkan hasil ilmu-ilmu itu dengan pengetahuan
intuitif (=pengetahuan yang langsung dan seketika, yang bersifat analitis dan
apa adanya) tentang alam raya, dengan pengetahuan yang lebih konkrit, seraya
mendukung pembentukan skema-skema berpikir yang lebih menyeluruh. Jadi filsafat
berfungsi sebagai penyelidikan yang kritis dan menyeluruh.
Menurut
Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manulang bukunya “pengantar ke filsafat” ,
tugas dari filsafat:
Secara umum filsafat
mempunyai 2 tugas yaitu:
a.
Tugas kritis : tugas filsafat untuk
mencegah pembatuan klaim kebenaran, dominasi dan hegemoni kebenaran tertentu.
Tugas kritis filsafat adalah mengingatkan ketidaksempurnaan kemanusiaan kita
yang akan membawa kita pada kerendahatian.
Kita tidak hanya diingatkan bahwa manusia tidak sempurna, tetapi kita
juga diperlihatkan bahwa ada harapan untuk menjadi sempurna dan semakin
sempurna. Secara konstruktif menunjukkan pada kita bahwa kita dalam proses
untuk menjadi sempurna.
b.
Tugas konstruktif :
Tugas Konstruktif
Tugas Konstruktif Filsafat Hukum Islam ialah
mempersatukan cabang-cabang Hukum Islam dalam kesatuan system Hukum Islam
sehingga nampak bahwa antara satu cabang Hukum Islam dengan lainnya tidak
terpisahkan.
Menurut
Gustav Radbruch dan W. Friedmann, tugas dari filsafat hukum
adalah untuk menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada
dasar-dasar filsafatnya yang terakhir. Jadi tugasnya adalah menformulasikan
cita-cita politik yang dituangkan dalam istilah-istilah keadilan dan ketertiban
hukum.
Menurut Dr.Dominikus Rato SH.,M.Si,
dalam bukunya “Filsafat Hukum Mencari, menemukan dan memahami Hukum” 2010, tugas
filsafat hukum adalah memformulasi cita-cita politik dalam konsep keadilan dan
ketertiban hukum. Fungsi hukum dapat berfungsi baik apabila menjalankan
tugasnya dengan baik pula. Tugas hukum tidak terlepas dari paradigm yang dianut
missal tugas hukum positif adalah menciptakan kepastian hukum.
a.
Tugas “legal idealism”: cita-cita
hukum yang berlaku formal adalah cita-cita hukum formal yang procedural.
b.
Fungsionalisasi hukum dan
pendekatan fungsional terhadap hukum: idealism hukum positif perlu dilakukan secara
sistemik karena hukum adalah suatu system. Sebagai sebuah system, cara kerjanya
adalah fungsional antara subsistem yang satu dengan subsistem yang lain. Contoh
teori The separation of power dari Montesquieu (Trias Politika) dimana
kekuasaan eksekutif, legislative, dan yudikatif harus benar-benar dilakukan dan
cara kerjanya harus saling berkaitan satu sama lain.
Menurut
win usuluddin Bernadien dalam bukunya “Membuka Gerbang Filsafat” 2011,filsafat
bertugas untuk meluruskan kembali tujuan dan makna bagi masa depan umat manusia
dan sebagai pedorong dan penggerak bagi setiap upaya penyelamatan manusia dari
kesesatan dan pelepasan diri dari segala kungkungan kegelisahan, keterasingan
dan ke tak bermaknaan saat Kemajuan iptek sering kali malah dibarengi dengan
pemisahan nilai dan penjauhan kebijaksanaan. Akibatnya intelektualitas dan
moralitas menjadi 2 hal yang sulit dipertemutalikan sehingga dalam waktu
bersamaan pula manusia mengalami kegelisahanm, keterasingan, dank e tak berma
an dalam hidupnya bahkan gamang untuk melakukan aktualisasi bagi dirinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar