1.
Jenis-Jenis
Surat Kuasa
a. Kuasa
Umum (Pasal 1795 KUHpdt)
Bertujuan untuk
member kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu:
1. Melakukan
tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa
2. Pengurusan
itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa
atas harta kekayaannya.
3. Dengan
demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan
pengurusan kepentingan pemberi kuasa.
Ditinjau dari segi hukum, surat kuasa umum tidak
dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa karena
sesuai dengan ketentuan pasal 123 HIR, untuk dapat mewakili pemberi kuasa di
depan pengadilan, penerima kuasa harus mendapat surat kuasa khusus.
b. Kuasa
Khusus
Pasal 1795 KUH pdt menjelaskan bahwa pemberian kuasa
dapat dilakukan secara khusu yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu
atau lebih. Sehingga bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk
bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingna pemberi kuasa sebagai pihak principal (syarat-syaratnya terdapat
dalam pasal 123 HIR).
c. Kuasa
Istimewa
Diatur dalam Pasal 1796 KUHpdt yang selanjutnya
ketentuan pemberian kuasa istimewa dikaitkan dengan ketentuan pasal 157 HIR
atau pasal 184 RBG.
1) Bersifat
Limitatif : pemberian kuasa istimewa terbatas untuk tindakan tertentu yang
sangat penting. Perbuatan hukumnya hanya dapat dilakukan oleh pemberi kuasa
sendiri, sehingga dibuatlah surat kuasa istimewa untuk melakukan tindakan yang
hanya dapat dilakukan oleh orang yang bersangkutan secara pribadi, dapat
diwakilkan kepada penerima kuasa. Tindakan-tindakannya hanya terbatas:
a. Untuk
memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau untuk meletakkan
hipotek (hak tanggungan) diatas benda tersebut.
b. Untuk
membuat perdamaian dengan pihak ketiga.
c. Untuk
mengucapkan sumpah penentu atau sumpah tambahan sesuai dengan ketentuan pasal
157 HIR atau pasal 184 Rbg.
2) Harus
berbentuk akta otentik
Menurut
pasal 123 HIR, surat kuasa hanya dapat diberikan dalam bentuk surat yang sah.
R.soesilo menafsirkan dalam bentuk akta otentik (akta notaris).Oleh karena itu,
pemberian kuasa istimewa harus dibuat dalam bentuk akta notaries agar sah
menurut hukum.
d. Kuasa
Perantara
Kuasa ini dikonstruksikan berdasarkan pasal 1792 KUH
pdt dan pasal 62 KUHD yang dikenal dengan agen perdagangan atau makelar. Dalam
hal ini, pemberi kuasa sebagai principal member
perintah kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau perwakilan
untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengna pihak ketiga. Apa yang
dilakukan agen, langsung mengikat kepada principal
sepanjang hal itu tidak bertentangan atau melampaui batas kewenangan yang
diberikan.
2.
Hak
dan Kewajiban Para Pihak
Hubungan
hukum yang terjadi antara pemberi kuasa dan penerima akan menimbulkan akibat
hukum. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban penerima kuasa :
a.
Melaksanakan kuasanya dan bertanggung jawab atas segala biaya, kerugian, dan
bunga yang timbul dari tidak dilaksanakannya kuasa itu.
b.
Menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu pemberi kuasa
meninggal dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera diselesaikan.
c.
Bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan kelalaian-kelalaian
yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya.
d.
Memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan, serta memberi
perhitungan segala sesuatu yang diterimanya.
e.
Bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya dalam
melaksanakan kuasanya:
(1)
bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya;
(2)
bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan orang yang
dipilihnya ternyata orang yang tidak cakap atau tidak mampu (Pasal 1800 s.d.
Pasal 1803 KUH Perdata).
Hak penerima kuasa adalah
:
a. menerima
jasa dari pemberi kuasa.
b. Hak
Substitusi yaitu hak untuk melimpahkan kuasanya kepada orang lain (Kuasa
Pengganti). Dapat dilakukan dengan melimpahkan secara keseluruhan atau sebagian
saja. Dengan menunjuk orang secara langsung atau tidak langsung dan pemberi
kuasa bertanggung jawab atas penunjukan penggantinya.
c. Mendapatkan
penggantian biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya
(pasal 1808 KUHpdt)
d. Mendapatkan
ganti rugi terhadap kerugian-kerugian yang diderita waktu menjalankan kuasanya
(Pasal 1809 KUHpdt)
e. Hak
retensi yaitu hak untuk menahan barang milik pemberi kuasa yang berada di
tangannya hingga dibayar lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat
pemberian kuasa (Pasal 1812 KUHpdt).
Hak
pemberi kuasa adalah
:
a. menerima
hasil atau jasa dari penerima kuasa.
b. Menarik
kembali kuasanya.
Kewajiban
pemberi kuasa adalah :
a.
memenuhi perjanjian yang telah dibuat antara penerima kuasa dengan pemberi kuasa;
b.
mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan penerima kuasa;
c.
membayar upah kepada penerima kuasa;
d.
memberikan ganti rugi kepada penerima kuasa atas kerugian yang dideritanya sewaktu
menjalankan kuasanya;
e. membayar bunga atas
persekot yang telah dikeluarkan penerima kuasa terhitung mulai dikeluarkannya
persekot tersebut (Pasal 1807 s.d. Pasal 1810 KUH Perdata).
Selain itu, untuk menjamin hak dari penerima kuasa
ada beberapa hal yang perlu dicantumkan dalam surat kuasa yaitu :
a.
Jika
1 orang penerima kuasa, maka bisa dicantumkan hak substitusi dan hak retensi.
1)
Hak
substitusi yaitu hak untuk melimpahkan kuasa kepada orang lain. Contohnya : A
memberikan kuasa kepada B, B menunjuk C untuk menjadi penggantinya sebagai
penerima kuasa dalam melakukan hal-hal yang telah diperjanjikan dalam surat
kuasa. C menjadi tanggung jawab B, karena B yang menunjuk C untuk melaksanakan
kuasanya.
2)
Hak
Retensi : hak untuk menarik atau menahan barang-barang milik pemberi kuasa jika
pemberi kuasa belum membayar atau melunasi persekot atau biaya-biaya yang telah
dikeluarkan penerima kuasa. Hal ini dalam rangka menguatakan hak penerima kuasa
sehingga dicantumkan dalam surat kuasa.
b.
Jika
lebih dari 1 orang penerima kuasa
1)
Hak
honorarium bagi penerima kuasa : hal ini sangat diperlukan agar dalam
perjanjian kuasa tersebut tidak hanya perjanjian cuma-cuma (pasal 1794 BW).
2)
Penyelesaian
bila terjadi konflik antara pemberi kuasa dan kuasa. Contohnya : jika
diperjanjikan dalam surat kuasa untuk musyawarah mufakat, sehingga tidak bisa
diselesaikan secara litigasi.
3)
Hak
substitusi hak untuk melimpahkan kuasa kepada orang lain. Contohnya : A
memberikan kuasa kepada B, B menunjuk C untuk menjadi penggantinya sebagai
penerima kuasa dalam melakukan hal-hal yang telah diperjanjikan dalam surat
kuasa. C menjadi tanggung jawab B, karena B yang menunjuk C untuk melaksanakan
kuasanya.
4)
Hak
retensi hak untuk menarik atau menahan barang-barang milik pemberi kuasa jika
pemberi kuasa belum membayar atau melunasi persekot atau biaya-biaya yang telah
dikeluarkan penerima kuasa. Hal ini dalam rangka menguatakan hak penerima kuasa
sehingga dicantumkan dalam surat kuasa.
5)
Dibuat
surat kuasa mutlak (pasal 1813, 1814 BW), sehingga tidak bisa dibatalkan
sepihak. Jika ingin dihentikan atau dibatalkan harus dengan kesepakatan kedua
belah pihak.
4.
Berakhirnya
Kuasa
Ada
lima cara berakhirnya pemberian kuasa (Pasal 1813-1819 KUH Perdata), yaitu
a. penarikan
kembali kuasa oleh pemberi kuasa secara sepihak (tanpa persetujuan penerima
kuasa) (Pasal 1814 KUHpdt)
b. meninggalnya
salah satu pihak baik pemberi maupun
penerima kuasa, dan meninggalnya si pemberi kuasa ini harus diberitahukan oleh
ahli waris kepada penerima kuasa (Pasal 1813 KUHpdt)
c. Penerima kuasa melepas kuasa. Menurut pasal 1817
KUHpdt penerima kuasa yang melepaskan kuasa yang diterimanya secara sepihak ada
2 syarat yaitu :
·
Harus memberitahu kehendak pelepasan itu
kepada pemberi kuasa
d. pemberi
kuasa atau penerima berada di
bawah pengampuan
e. pailitnya
pemberi kuasa atau penerima kuasa
f. pengangkatan seorang penerima kuasa baru
g. kawinnya
perempuan yang memberi dan menerima kuasa
2 komentar:
bagaimana jika sudah terjadi jual beli tanah, namun karena bermasalah, si pemberi kuasa berniat menarik kembali/ membatalkan surat kuasa. apakah si pemberi kuasa bisa membatalkannya dan apa dasar pembatalannya.. (sipemberi kuasa pernah menandatangani surat kosong dan pemberian kuasa dilaksanakan secara lisan tapi pemberi kuasa telah menyerahkan semua dokumen tanah)
bagaimana jika sudah terjadi jual beli tanah, namun karena bermasalah, si pemberi kuasa berniat menarik kembali/ membatalkan surat kuasa. apakah si pemberi kuasa bisa membatalkannya dan apa dasar pembatalannya.. (sipemberi kuasa pernah menandatangani surat kosong dan pemberian kuasa dilaksanakan secara lisan tapi pemberi kuasa telah menyerahkan semua dokumen tanah)
Posting Komentar